Jumat, 06 November 2015

Sastra Lama: Analisis Mitos di Balik Meletusnya Gunung Kelud



MITOS DI BALIK
MELETUSNYA GUNUNG KELUD
Makalah
(Makalah ini disusun untuk mata kuliah Sastra Lama)
                                           Dosen pengampu: Sujarwa Drs, M.Hum


A
Disusun oleh kelompok 5:
1.      Edo Winarno (10003193)
2.      Rohadi Almalih (10003200)
3.      Dewi Nur F (10003205)
4.      Aprilia N (10003210)
5.      Kholil Amri (10003212)
6.      Sukoco Purbo Kesumo (10003222)
7.      Ika Pratiwi (10003241)
8.      Eis Bety Rahayu (12003001)
9.      Arif Wibowo (12003014)
10.  Dina Astuti (12003043)
11.  Eka Sri Utari (12003053)
12.  Maya Marliana (12003060)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2014
·         Daftar Isi

1.      BAB 1: Pendahuluan
1.1. Latar Belakang........................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................................1
1.3. Tujuan......................................................................................................................1
2.      BAB 2: Pembahasan
1. Cerita Mitos di Indonesia
Mitos di Balik Meletusnya Gunung Kelud....................................................................2
2. Analisis Mitos Mitos..................................................................................................3
3.      BAB 3: Penutup
4. Kesimpulan.................................................................................................................5
5. Saran...........................................................................................................................5
4.      Daftar Pustaka...............................................................................................................6




BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di tengah kemajuan peradaban manusia, tradisi lisan sebagai kekuatan kultural merupakan sumber pembentukan peradaban dalam berbagai aspek kehidupan, yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan komunikasi modern. Tradisi lisan sebagai kekuatan kultural yaitu merupakan sumber pembentukan peradaban dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini penting karena tradisi lisan, dalam berbagai bentuknya sangat kompleks yang mengandung berbagai hal yang menyangkut hidup dan kehidupan komunitas pemiliknya. Tidak hanya cerita, mitos, legenda, dan dongeng. Misalnya: kearifan lokal, sistem nilai, pengetahuan tradisional, sejarah, hukum, adat, pengobatan, sistem kepercayaan dan religi, astrologi, dan berbagai hasil seni.
Selain merupakan identitas komunitas dan salah satu sumber penting dalam pembentukan karakter bangsa, tradisi lisan juga sebagai pintu masuk untuk memahami permasalahan masyarakat pemilik tradisi yang bersangkutan.
Secara definisi, tradisi lisan itu sendiri merupakan tradisi yang berkembang di dalam masyarakat yang diceritakan dari mulut ke mulut dan secara turun temurun, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Tradisi lisan erat kaitannya dengan adat istiadat yang melekat pada suatu masyarakat di sekitarnya.
Tradisi-tradisi lisan yang ada di suatu wilayah dapat berupa simbol, dongeng, legenda, adat istiadat atau kebiasaan, dan bentuk-bentuk yang lain. Kebanyakan dari tradisi lisan itu mengandung sebuah filosofi yang begitu diyakini oleh masyarakat sehingga menjadi seperti kepercayaan. Dari tradisi itu muncullah tujuan-tujuan yang melatar belakangi adanya tradisi lisan tersebut.

1.2. Rumusan Masalah
a.       Bagaiman kisah di balik mitos meletusnya Gunung Kelud?
b.      Bagaimana analisis mengenai cerita mitos tersebut?
1.3. Tujuan
a.       Mengetahui kisah di balik mitos meletusnya Gunung Kelud.
b.      Mengetahui analisis mengenai cerita mitos tersebut.





BAB II
PEMBAHASAN

1. Mitos di Balik Meletusnya Gunung Kelud

LEMBU SURO DAN DEWI KILISUCI

Malam Jumat Wage, bertepatan dengan dengan malam Valentine dimana seharusnya dipenuhi dengan kasih sayang, Gunung Kelud memuntahkan laharnya. Malam itu, Malam yang kelam ditingkahi dengan gemuruh letusan kelud yang disertai dengan petir yang menyambar.
Akibat amuk Kelud, sebagian besar jawa di selimuti abu. Puluhanribu warga disekitar gunung berapi yang bertipe strato itu mengungsi.. Langit gelap, juga diikuti petir dan guyuran hujan abu membuat Jumat itu menjadi kelabu.
Dan, sepertinnya sudah kebiasaan orang Jawa atau orang Indonesia pada umumnya. Pada sebuah bencana, seringkali muncul adanya mitos-mitos yang menyertainya. Kali ini, erupsi Gunung Kelud dikaitkan dengan amukan Lembu Suro, seorang raksasa yang dikhianati cintanya dan dikubur hidup-hidup di Kelud.
Cerita tersebut kemudian dilengkapi dengan pareidolia gambar awan hasil letusan Kelud yang seolah-olah berbentuk seperti raksasa. Satu gambar lagi ada yang berbentuk bak muka lembu. Hal itu semakin memperkuat keyakinan sebagian masyarakat bahwa letusan itu benar-benar amukan Sang Lembu jantan perkasa itu.
Banyak yang menyaksikan kebenaran gambar itu dan menyebutnya sebagai hasil editan belaka. Namun, banyak pula yang beranggapan kalau itu gambar aseli. Jika gambar itu asli, itulah yang disebut pereidolia. Pareidolia, menurut wikipedia adalah sebuah fenomena psikologis yang melibatkan stimulus samar-samar dan acak (seringkali sebuah gambar atau suara) yang dianggap penting.
Contoh umum termasuk melihat gambar binatang atau wajah-wajah di awan, pria di bulan atau kelinci Bulan, dan pendengaran pesan tersembunyi di rekaman yang dimainkan secara terbalik
Bukan hanya di Kelud, Paraedolia sering kali muncul dalam bencana-bencana lainya. Pada saat Tsunami Aceh muncul gambar amukan ombak yang membentuk lafadz Allah. Kemudian pada saat Merapi mengamuk, ada awan yang mirip sekali dengan tokoh pewayangan Petruk. Hal itu diasosiasikan dengan Mbak Petruk, yang konon merupakan penunggu Gunung Merapi.
Jadi, dalam konteks gambar yang terbentuk dari awan Gunung Kelud bisa saja gambar itu asli. Dengan ditambah pada benak masyarakat yang sudah lekat dengan legenda Lembu Suro, maka gambar itu seolah-olah benar adanya merupakan wujud sang lembu yang tengah mengamuk. Lalu, bagaimana sebenarnya kisah Lembu Suro?
Gunung yang berada di perbatasan Kediri dan Blitar itu memang lekat dengan kisah pengkhianatan cinta seorang putri dari Kerajaan Jenggala bernama Dewi Kilisuci terhadap dua raja sakti bernama Mahesa Suro dan Lembu Suro. Berikut ceritanya yang dihimpun dari berbagai sumber :

Alkisah, Dewi Kilisuci tenar makantar-kantar akan kecantikannya dilamar dua orang raja. Namun sayangnya yang melamar bukan dari bangsa manusia, karena yang satu berkepala lembu bernama Raja Lembu Suro dan satunya lagi berkepala kerbau bernama Mahesa Suro. Tentu saja Dewi Kilisuci tak mau dengan mereka, karena dua raja itu buruk rupa.
Namun, Sang Dewi tak bisa menolak mentah-mentah. Ia tak mau membuat mereka berdua yang terkenal sakti mandraguna itu sakit hati. Untuk menolak lamaran tersebut secara halus, Dewi Kilisuci membuat sayembara yang hampir mustahil, yaitu membuat dua sumur di atas puncak Gunung Kelud. Sumur yang satu harus berbau amis dan yang satunya harus berbau wangi. Syarat berikutnya, harus selesai dalam satu malam atau sebelum fajar menyingsing dan tak boleh keduluan ayam berkokok.
Mahesa Suro dan Lembu Suro menyanggupi permintaan tersebut. Dengan kesaktianya dan semangat mereka untuk mendapatkan cinta sang Dewi, persyaratan sayembara dapat dipenuhi tepat waktu. Dewi Kilisuci pun was-was, karena sejujurnya ia tidak mau diperistri mereka. Ia pun membuat akal-akalan dengan mengajukan satu permintaan lagi. Kedua raja tersebut dimintanya membuktikan dulu bahwa kedua sumur tersebut benar berbau wangi dan amis dengan cara mereka berdua harus masuk ke dalam sumur.
Akhirnya mereka berdua menuruti permintaan Sang Dewi. Begitu mereka sudah berada di dalam sumur, lalu Dewi Kilisuci memerintahkan prajurit Jenggala untuk menimbun keduanya dengan batu. Matilah Mahesa Suro dan Lembu Suro. Tampaknya, Lembu Suro lebih sakti dari Mahesa Suro, sebelum mati Lembu Suro sempat berucap sumpah yang menggegerkan.
“Yoh, wong Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping kaping yoiku. Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi latar, Tulungagung bakal dadi Kedung.” Artinya, Ya, orang Kediri suatu hari akan mendapatkan balasanku yang berlipat. Kediri bakal jadi sungai, Blitar akan jadi daratan dan Tulungagung menjadi danau.
Takut akan sumpah sang Lembu, akhirnya masyarakat lereng Gunung Kelud melakukan sesaji sebagai tolak balak supah itu yang disebut Larung Sesaji. Acara ini digelar setahun sekali pada tanggal 23 bulan Suro oleh masyarakat Sugih Waras, desa yang terdekat dengan Gunung Kelud.
Dan kemarin, Lembu Suro mewujudkan balas dendamnya. Kelud pun meletus yang kemudian banyak diartikan sebagai wujud amarahnya.

2. Analisis Mitos
a.       Asal-usul mitos.
Cerita mitos tersebut berasal dari naskah-naskah periode klasik Indonesia, misalnya kitab Pararaton dan perjalanan Bujangga Manik. Kisahnya tercatat menjadi sejarah terbentuknya gunung kelud. Namun versi lain menyatakan, bahwa bukan Lembu Suro yang mengejar cinta Dewi Kilisuci, melainkan Mahesa Suro.
b.      Tema cerita mitos.
Yaitu tentang pengejaran cinta dari dua raja yang sakti yang tidak terbalaskan.
c.       Tanggapan masyarakat Kediri soal cerita mitos tersebut.
Bukan lagi sebagian dari masyarakat Kediri, tetapi hampir seluruhnya percaya akan cerita dari Lembu Suro tersebut. Dengan meletusnya gunung kelud pun, masyarakat sekitar yakin bahwa itu merupakan wujud amarah dari Lembu Suro. Terkait dengan adanya bukti dari gumpalan abu kelud saat gunung meletus yang membentuk wajah seperti Lembu Suro. Dari adanya fenomena tersebut, masyarakat semakin yakin, bahwa itu adalah sosok arwah Lembu Suro yang bersemayam di gunung kelud. Tak heran, jika setiap tahun, masyarakat Kediri mengadakan Larung Saji untuk tolak bala. Yaitu sebuah ritual adat yang selalu dilakukan di kawah Gunung Kelud, Upacara adat yang diadakan setiap bulan suro ini biasa digelar di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri.
d.      Amanat.
Amanat dari cerita Lembu Suro dan Dewi Kilisuci yaitu jangan pernah memperlakukan seseorang dengan tidak wajar, seperti apa yang dilakukan Dewi Kilisuci kepada Lembu Suro dan Mahesa Suro dengan menjebak dan membuatnya meninggal. Katakan dengan sejujurnya jika memang tidak mencintai, jangan berbuat curang seperti itu.
            Kemudian, amanat dari meletusnya gunung kelud itu sendiri, adalah kita memperbanyak istighfar karena bisa saja mitos itu tidak benar, dan meletusnya gunung kelud tak lain adalah kehendak dari Yang Maha Kuasa, mengingat dunia yang semakin tua, dan zaman yang semakin bebas. Anggap saja peristiwa meletusnya gunung kelud bulan kemarin merupakan suatu peringatan dari Yang Maha Kuasa.




























BAB III

PENUTUP

3. Kesimpulan
            Di Indonesia, banyak sekali cerita-cerita yang mempunyai beragam versi dan masih simpang-siur. Antara benar dan tidak benar, semua adalah mitos yang kini melekat di hati masyarakat Indonesia. Ada sebagian masyarakat yang sangat percaya dengan keberadaan mitos tersebut, ada yang masih meragukannya, dan bahkan ada yang tidak mempercayainya sama sekali. Dari berbagai mitos yang ada dan terjadi di Indonesia, semua tergantung pada pemahaman masing-masing. Apalagi di zaman era modern ini, mitos pada zaman dahulu mungkin sudah tersingkirkan dan sudah banyak yang mengabaikannya. Semua menganggap hanyalah cerita lama yang sama sekali tidak menarik lagi untuk dibahas, apalagi untuk dipercayai. Namun, benar atau tidaknya tentang mitos pada zaman dahulu, itu merupakan sejarah yang harus dilestarikan.
4. Saran
Terlepas dari semua itu, sebagai seorang manusia yang tentunya memiliki Sang Pencipta, kita jangan terlalu berlebihan menanggapi soal mitos tersebut. Jangan pula terlalu percaya bahwa asal muasal bencana alam adalah karena cerita mitos pada zaman dahulu. Sebab, semua yang ada di dunia ini sudah menjadi kehendak-Nya. Manusia telah diatur oleh-Nya. Tuhan-lah yang mengatur alam semesta ini, dan hanya Tuhan-lah yang mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di luar sana.












DAFTAR PUSTAKA

- Fitri Diyah Utami. 2013. Pengertian Mitos Legenda, dan Cerita Rakyat Beserta Contohnya. Online. (http://fitridiyahutamiblog.wordpress.com/2013/03/28/pengertian-mitoslegendacerita-rakyat-beserta-contohnya/comment-page-1/ diakses pada tanggal 19 Maret 2014)





 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar