Selasa, 03 November 2015

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK-PAIRE- SHARE DALAM PEMBELAJARAN TEKS PROSEDUR KOMPLEKS MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO-VISUAL PADA SISWA KELAS X SMK MUHAMMADIYAH IV YOGYAKARTA



PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK-PAIRE- SHARE DALAM PEMBELAJARAN TEKS PROSEDUR KOMPLEKS MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO-VISUAL PADA SISWA KELAS X SMK MUHAMMADIYAH IV YOGYAKARTA

Proposal Penelitian

(Proposal ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Pengajaran)
Dosen: Dra, Triwati Rahayu, M.Hum

oleh:
Maya Marliana
12003060
C/VI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIDKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2015


A.    Latar Belakang Masalah
Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan suatu kegiatan yang terencana dan mempunyai tujuan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya antara lain diperlukan strategi dan model pembelajaran agar tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia dapat tercapai. Guru sebagai kompenen penting dari tenaga kependidikan, memiliki tugas untuk melaksanakan proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran guru diharapkan paham tentang pengertian strategi pembelajaran.
Secara umum strategi dapat diartikan sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Bila dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi juga bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Sanjaya, 2006:126). Sementara Subana (2003:16) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu rancangan atau pola yang digunakan untuk menentukan proses belajar mengajar.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk juga penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2001: 57). Istilah mengajar dan belajar adalah dua peristiwa yang berbeda, tetapi terdapat hubungan yang erat, bahkan terjadi kaitan dan interaksi saling pengaruh-mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain.
Pembelajaran berarti upaya membelajarkan siswa (Degeng, 1989. Dalam (Wena, 2011: 2). Dengan demikian, strategi pembelajaran berarti cara dan seni untuk menggunakan semua sumber belajar dalam upaya membelajarkan siswa.
Proses belajar mengajar merupakan interaksi antara guru dan siswa serta lingkungan. Interaksi dalam pembelajaran sangat diperlukan untuk menjalin kerja sama antara guru dan siswa untuk saling mendapatkan umpan balik yang berguna untuk menambah ilmu. Hamalik (2013: 57-64) menjelaskan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Tujuan pembelajaran merupakan tercapainya suatu perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Upaya dalam merumuskan tujuan pembelajaran sangat bermanfaat bagi guru yang memudahkan mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar, memudahkan guru dalam menyusun bahan ajar, serta memudahkan guru menyusun evaluasi dalam proses pembelajaran.
Proses pembelajaran harus diawali dengan perencanaan serta komunikasi yang baik. Kegiatan menyusun rencana pembelajaran merupakan salah satu tugas penting guru dalam memproses pembelajaran siswa agar dalam proses belajar mengajar terkonsep dengan baik dan teratur, maka seorang guru dituntut untuk mampu menyusun rencana pelakasanaan pembelajaran dan merumuskan tujuan secara jelas. Sistematika penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran sejatinya harus mengacu pada kurikulum yang digunakan. Kurikulum yang digunakan sebagian sekolah pada saat ini yaitu kurikulum 2013. Dengan berubahnya kurikulum maka hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi seorang guru. Sejauh mana guru telah mampu merealisasikan kurikulum 2013 dalam proses pembelajaran.
Kurikulum 2013 memuat standar kompetensi yang dirancang khusus untuk mengantisipasi perubahan kebutuhan, keterampilan, dan sikap agar peserta didik menghadapi tantangan pada perubahan zaman. Tujuannya antara lain agar peserta didik dapat memiliki kesempatan belajar beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, belajar memahami dan menghayati, belajar melaksanakan dan berbuat secara efektif, belajar hidup bersama dan berguna untuk orang lain, belajar membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, dan menyenangkan.
Melalui kurikulum 2013 ini, siswa diharapkan mampu memproduksi dan menggunakan teks sesuai dengan tujuan dan fungsi sosialnya. Dalam pembelajaran yang berbasis teks, bahasa Indonesia diajarkan bukan hanya sekedar sebagai pengetahuan bahasa semata, melainkan dengan teks yang mengemban fungsi untuk menjadi sumber aktualisasi diri penggunaannya pada konteks sosial budaya akademis. Teks dimaknai sebagai satuan bahasa yang mengungkapkan makna kontekstual.
Berkaitan dengan materi di dalam kurikulum 2013 untuk kelas X ada beberapa jenis teks yang dimuat dalam pelajaran Bahasa Indonesia, terdiri atas dua jenis teks faktual yaitu laporan hasil observasi dan prosedur kompleks, dua jenis teks tanggapan yaitu teks negosiasi dan teks eksposisi, dan satu jenis teks cerita yaitu teks anekdot. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada pembelajaran teks prosedur kompleks. Pentingnya pembelajaran teks prosedur kompleks ini karena teks ini memberikan informasi mengenai langkah-langkah atau suatu cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Di dalam pembelajaran teks pada kurikulum 2013 terdapat hambatan-hambatan yang diterima guru pada saat mengajarkan. Salah satunya adalah teks prosedur kompleks yang berisi tentang langkah-langkah serta cara-cara yang ditempuh untuk menginginkan sesuatu agar tercapai. Hambatan tersebut antara lain guru tidak harus sepenuhnya memberikan materi, melainkan siswa sendiri yang harus menemukan pemahaman dari materi tersebut. Guru harus semaksimal mungkin menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran agar dapat terlaksana dengan sesuai harapan. Tidak sepenuhnya pembelajaran teks harus menggunakan pendekatan saintifik, tetapi dapat juga dipadupadankan dengan model-model pembelajaran agar siswa tidak jenuh saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Serta dapat memudahkan guru dalam menerapkan model-model pembelajaran dengan pembelajaran teks pada khusunya tidak hanya pada teks prosedur kompleks.
Penggunaan metode atau model yang kurang tepat dapat menimbulkan kebosanan, kurang dipahami, dan monoton sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar. Pembelajaran teks prosedur kompleks yang biasanya hanya menggunakan pendekatan saintifik memang sudah membuat siswa aktif namun kurang dapat mengembangkan keterampilan sosial siswa yang kelak dapat berguna dalam kehidupan sosial.
Ada beberapa strategi serta model dalam pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks, khususnya teks prosedur kompleks. Namun demikian, setiap model pembelajaran mempunyai tingkat keefektifan yang berbeda. Maka dari itu, perlu diterapkan dan dikembangkan model-model pembelajaran yang lebih efektif dan inovatif. Dengan demikian, siswa merasa lebih senang ketika mengikuti proses pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks pada umumnya dan pembelajaran teks prosedur kompleks pada khususnya.
Salah satu model pembelajaran yang menuntut aktivitas siswa adalah pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Salvin dan Sharan (dalam Huda, 2011: 17-18) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi pengajaran efektif dalam meningkatkan prestasi dan sosialisasi siswa sekaligus turut berkontribusi bagi perbaikan sikap dan persepsi mereka tentang begitu pentingnya belajar dan bekerja sama, termasuk bagi pemahaman mereka tentang teman-temannya dari latar belakang etnis yang berbeda-beda.
Model pembelajaran kooperatif selain membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit juga berguna untuk membantu siswa menumbuhkan keterampilan kerjasama dalam kelompoknya dan melatih siswa dalam berpikir kritis sehingga kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan dapat meningkat. Hal lain yang penting dalam pembelajaran kooperatif adalah dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan sikap yang positif, menambah motivasi belajar dan rasa percaya diri bagi siswa, menambah rasa senang berada di sekolah dan rasa sayang terhadap teman-teman sekelasnya.
Salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif adalah Think-Paire-Share yang artinya berpikir, berpasangan dan berbagi. Dalam tipe model ini siswa dituntut untuk berpikir menuangkan pendapatnya kemudian berdiskusi dengan teman sebangkunya untuk menukar pikiran mereka masing-masing. Tipe model ini berguna untuk meningkatkan daya pikir siswa serta rasa saling tolong menolong dengan teman dekatnya. Selain itu tipe model pembelajaran ini juga dapat menuntut siswa untuk aktif di kelas.
Peneliti memilih judul “Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think-Paire-Share dalam Pembelajaran Teks Prosedur Kompleks pada Siswa Kelas X SMK Muhammadiyah IV Yogyakarta” karena ingin mengetahui kesesuaian kurikulum 2013 dengan pembelajaran teks prosedur kompleks yang dilaksanakan, karena di dalam kurikulum 2013 ini guru harus menerapkan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik ini diharapkan siswa dapat secara aktif mengamati, menanya, menalar, mencoba, serta mengkomunikasikan. Selain itu peneliti ingin mengetahui sejauh mana model pembelajaran Cooperative Learning tipe Think-Paire-Share dapat digunakan untuk pembelajaran berbasis teks dengan efektif. Karena di dalam kurikulum 2013 ini peserta didik dituntut untuk menemukan sendiri apa yang dipelajarinya, sementara guru hanya sebagai fasilitator. Oleh karena itu, dengan diterapkannya model pembelajaran Cooperative Learning tipe Think-Paire-Share diharapkan dapat membantu peserta didik dalam menemukan pemahaman sendiri pada materi pelajaran begitu pula diharapkan dapat membantu guru melancarkan jalannya proses pembelajaran yang aktif dan inovatif.

B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut.
1.      Guru Bahasa Indonesia di SMK Muhammadiyah IV Yogyakarta hanya memanfaatkan pendekatan saintifik di dalam kurikulum 2013 dan banyak yang belum memadukannya dengan model pembelajaran yang efektif.
2.      Guru bahasa Indonesia di SMK Muhammadiyah IV Yogyakarta jarang memanfaatkan metode kelompok seperti Cooperative Learning untuk diterapkan dalam pembelajaran berbasis teks bahasa Indonesia khususnya teks prosedur kompleks, untuk itu peneliti mencoba memilih model Cooperative Learning tipe Think-Paire-Share untuk diterapkan di dalam pembelajaran teks prosedur kompleks dengan menggunakan media audio-visual.
3.      Kurangnya keaktifan siswa SMK Muhammadiyah IV Yogyakarta dalam belajar Bahasa Indonesia berbasis teks.
4.      Banyak hambatan yang dihadapi guru Bahasa Indonesia di SMK Muhammadiyah IV Yogyakarta dalam menerapkan model Cooperative Learning tipe Think-Paire-Share pada pembelajaran teks, khususnya teks prosedur kompleks.

C.    Pembatasan Masalah
Agar penelitian lebih terarah, maka permasalahan akan dibatasi diantaranya sebagai berikut.
1.      Penerapan model Cooperative Learning tipe Think-Paire-Share dalam pembelajaran teks prosedur kompleks menggunakan media audio-visual pada siswa kelas X SMK Muhammadiyah IV Yogyakarta.
2.      Keefektifan model Cooperative Learning tipe Think-Paire-Share dalam pembelajaran teks prosedur kompleks menggunakan media audio-visual pada siswa kelas X SMK Muhammadiyah IV Yogyakarta.
3.      Hambatan yang dihadapi guru Bahasa Indonesia SMK Muhammadiyah IV Yogyakarta dalam menerapkan model Cooperative Learning tipe Think-Paire-Share pada pembelajaran teks, khususnya teks prosedur kompleks menggunakan media audio-visual.

D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimana penerapan model  Cooperative Learning tipe Think-Paire-Share dalam pembelajaran teks prosedur kompleks menggunakan media audio-visual pada siswa kelas X SMK Muhammadiyah IV Yogyakarta?
2.      Bagaimana keefektifan model Cooperative Learning tipe Think-Paire-Share dalam pembelajaran teks prosedur kompleks menggunakan media audio-visual pada siswa kelas X SMK Muhammadiyah IV Yogyakarta?
3.      Apa saja hambatan yang dihadapi guru Bahasa Indonesia SMK Muhammadiyah IV Yogyakarta dalam menerapkan model Cooperative Learning tipe Think-Paire-Share pada pembelajaran teks, khususnya teks prosedur kompleks dengan menggunakan media audio-visual?

E.     Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui langkah-langkah menerapkan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Think-Paire-Share dalam pembelajaran teks prosedur kompleks dengan menggunakan media audio-visual.
2.      Untuk membuktikan bahwa model Cooperative Learning tipe Think-Paire-Share dapat diterapkan dengan mudah dan efektif di dalam pembelajaran teks prosedur kompleks menggunakan media audio-visual pada siswa kelas X SMK Muhammadiyah IV Yogyakarta.
3.      Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi guru Bahasa Indonesia SMK Muhammadiyah 1V Yogyakarta dalam menerapkan model Cooperative Learning tipe Think-Paire-Share pada pembelajaran teks, khususnya teks prosedur kompleks menggunakan media audio-visual.


F.     Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Teoretis
a.       Penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal untuk penelitian lebih lanjut dalam penerapan pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya dalam pembelajaran teks prosedur kompleks menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dengan pendekatan saintifik dan menggunakan media audio-visual pada siswa kelas X.
b.      Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna sebagai sumbangan teoritis tentang model pembelajaran kooperatif tipe Think-Paire-Share sebagai model alternatif dalam pembelajaran teks prosedur kompleks.
2.      Manfaat Praktis
a.       Bagi guru.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu guru Bahasa Indonesia dalam   menggunakan metode dan media yang tepat dalam pembelajaran teks prosedur kompleks.
b.      Bagi siswa
Penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk memacu siswa dalam memahami pembelajaran teks prosedur kompleks. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks, khususnya teks prosedur kompleks.

G.    Definisi Oprasional Judul
Untuk memberikan gambaran mengenai judul penelitian, berikut ini diuraikan kata-kata dalam judul penelitian.
1.      Penerapan
Penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan.
2.      Model cooperative learning
Cooperative Learning atau Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa (Nurhadi dan Senduk, 2003) dalam (Wena, 2011: 189).
3.      Think-Paire-Share
Think-Paire-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana yang memberi kesempatan kepada guru untuk siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain (Lie, 2004:57).
4.      Pembelajaran
Pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2005: 69).
5.      Teks prosedur kompleks
Teks prosedur kompleks adalah jenis teks yang berisi langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan yang diinginkan (http://BintangApriansyah.wordpress.com).
6.      Media Audio-Visual
Media audio visual adalah media instruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi), meliputi media yang dapat dilihat dan didengar” (Rohani, 1997: 97-98).


H.    Kajian Pustaka
1.      Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian model cooperative learning tipe Think-Paire-Share telah banyak diteliti dan dilakukan, akan tetapi hal tersebut masih menarik untuk diadakan penelitian lebih lanjut, baik penelitian yang bersifat melengkapi maupun yang bersifat baru. Pembelajaran teks harus dikuasai setiap orang, terutama bagi siswa SMP maupun SMA, dan lebih penting lagi dikuasai oleh guru dari cara mengajarnya, sehingga pembelajaran teks berlangsung tidak akan membosankan peserta didik. Model cooperative learning tipe Think-Paire-Share juga dapat membantu seorang guru dalam mengaplikasikan pembelajaran teks, terutama pada teks prosedur kompleks. Untuk itu penelitian penerapan pembelajaran teks prosedur kompleks dengan model cooperative learning tipe think-paire-share sangat menarik untuk diteliti.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Rita Puspitasari mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dalam skripsinya yang berjudul “Upaya Peningkatan Pembelajaran Menyimak Drama Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Think-Paire-Share Pada Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 1 Gamping Sleman Tahun Pelajaran 2013/2014”.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rita, dapat ditarik kesimpulan bahwa model cooperative learning tipe think-pair-share dengan media audio visual dalam pembelajaran menyimak drama menunjukkan peningkatan yang baik. Peningkatan tersebut terjadi pada proses maupun hasil pembelajaran. Dari tahap observasi pada prasiklus menunjukkan bahwa proses pembelajaran berjalan kurang efektif. Pada tahap siklus 1 proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan sehingga pemahaman dan kemampuan  menyimak drama siswa meningkat.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Rita terletak pada model pembelajaran yang diuji yaitu model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Rita yaitu terletak pada subjek, objek, permasalahan penelitian dan jenis penelitian. Subjek pada penelitian ini yaitu guru dan siswa kelas X SMK Muhammadiyah IV Yogyakarta, sedangkan subjek pada penelitian yang dilakukan oleh Rita yaitu guru dan siswa kelas VIII B SMP Muhammadiyah 1 Gamping. Objek penelitian ini yaitu penerapan pembelajaran teks prosedur kompleks, sedangkan objek penelitian yang dilakukan oleh Rita yaitu peningkatan pembelajaran menyimak drama. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu diantaranya (1) penerapan model cooperative learning tipe Think-Pair-Share dalam pembelajaran teks prosedur kompleks; (2) keefektifan model cooperative learning tipe Think-Pair-Share dalam Pembelajaran Teks Prosedur Kompleks; (3) hambatan yang dihadapi guru Bahasa Indonesia SMK Muhammadiyah 1V Yogyakarta dalam menerapkan model Cooperative Learning tipe Think-Paire-Share pada pembelajaran teks, khususnya teks prosedur kompleks, sedangkan permasalahan penelitian yang dilakukan oleh Rita yaitu (1) peningkatan pembelajaran menyimak drama menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share; (2) peningkatan minat siswa terhadap pembelajaran menyimak drama menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share; (3) hambatan yang dialami dalam upaya peningkatan pembelajaran menyimak drama menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif, sedangkan jenis penelitian yang dilakukan oleh Rita menggunakan penelitian PTK.
Penelitian relevan yang kedua dilakukan oleh Irawan Budiarti, mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dalam skripsinya yang berjudul “Pembelajaran Teks Prosedur Kompleks Pada Siswa Kelas X  SMA Negeri 2 Bantul” tahun 2014.  Penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan pembelajaran teks prosedur kompleks berjalan dengan sistematis, karena guru telah mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran dengan baik sebagai landasan dalam melaksanakan pembelajaran. Kemudian, pelaksanaan pembelajaran teks prosedur kompleks pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Bantul sesuai dengan yang diharapkan, karena dalam pembelajaran guru sudah berusaha dengan baik agar pelaksanaan pembelajaran teks prosedur kompleks berhasil dan efektif.
Penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Irawan memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan tersebut terletak pada objek penelitian yaitu mengenai pembelajaran teks prosedur kompleks, persamaan yang kedua terletak pada jenis penelitian, yaitu penelitian kualitatif. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Irawan terletak pada subjek, dan permasalahan penelitian. Subjek pada penelitian ini yaitu guru dan siswa kelas X SMK Muhammadiyah IV Yogyakarta, sedangkan subjek yang dilakukan oleh Irawan yaitu guru dan siswa kelas X SMA Negeri 2 Bantul. Permasalahan penelitian ini yaitu diantaranya (1) penerapan model cooperative learning tipe Think-Pair-Share dalam pembelajaran teks prosedur kompleks; (2) keefektifan model cooperative learning tipe Think-Pair-Share dalam Pembelajaran Teks Prosedur Kompleks; (3) hambatan yang dihadapi guru Bahasa Indonesia SMK Muhammadiyah 1V Yogyakarta dalam menerapkan model Cooperative Learning tipe Think-Paire-Share pada pembelajaran teks, khususnya teks prosedur kompleks, sedangkan permasalahan penelitian yang dilakukan oleh Irawan yaitu diantaranya (1) perencanaan pembelajaran teks prosedur kompleks, (2) pelaksanaan pembelajaran teks prosedur kompleks, dan (3) penghambat pelaksanaan pembelajaran teks prosedur kompleks.
2.      Kajian Teori
a.       Hakikat Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang terjadi secara terus menerus pada diri individu selama hidupnya. Proses belajar tersebut terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungan, sehingga proses belajar dapat terjadi di mana saja dan pada waktu kapan saja. Menurut Hamalik (2005: 36), belajar adalah suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, tetapi juga mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan. Lebih lanjut Hamalik (2005: 37) menyebutkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang melalui interaksi dengan lingkungan. Dengan demikian, belajar tidak hanya terjadi di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas dalam kehidupan sehari-hari seseorang dapat belajar, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses interaksi seseorang dengan lingkungan secara terus menerus dalam kehidupannya baik di kelas maupun di luar kelas dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku.
b.      Hakikat Pembelajaran
Istilah pembelajaran secara garis besar dapat didefinisikan sebagai suatu proses interaksi antara komponen-komponen sistem pembelajaran dengan tujuan untuk mencapai suatu hasil belajar. Hal ini berarti bahwa pembelajaran adalah suatu proses transaksional (saling memberikan timbal balik) di antara komponen-komponen sistem pembelajaran, yakni pendidik, peserta didik, bahan ajar, media, alat, prosedur dan proses belajar guna mencapai suatu perubahan yang komprehensif pada diri peserta didik. Perubahan yang komprehensif tersebut berarti perubahan yang mendalam dan esensial pada perilaku, sikap, pengetahuan dan kemampuan pemaknaan pada peserta didik yang dapat berguna untuk menyelesaikan tugas/kewajiban-kewajiban dalam hidupnya, sehingga melalui sebuah kegiatan pembelajaran yang berkelanjutan, seluruh kebutuhan hidup peserta didik tersebut sebagai seorang insan manusia akan dapat terpenuhi.
Beberapa pakar memberikan definisinya terhadap istilah pembelajaran. Hamalik (2005: 69) mengemukakan bahwa “pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran”. Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik beberapa kata kunci dari istilah pembelajaran, yakni bahwa pembelajaran merupakan sebuah prosedur/proses yang melibatkan interaksi antara pengajar dan peserta didik, baik secara langsung maupun melalui penggunaan berbagai media pembelajaran, serta ditempuh guna memperoleh sebuah perubahan perilaku secara keseluruhan.


c.       Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil belajar menunjuk pada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa (Hamalik, 2001:159)
1)      Fungsi Evaluasi Hasil Belajar
Fungsinya adalah: (1) untuk diagnostik dan pengembangan. Hasil evaluasi menggambarkan kemajuan, kegagalan dan kesulitan masing-masing siswa. Untuk menentukan jenis dan tingkat kesulitan siswa serta faktor penyebabnya dapat diketahui dari hasil belajar atau hasil dari evaluasi tersebut; (2) untuk seleksi, hasil evaluasi dapat digunakan dalam rangka menyeleksi calon siswa dalam rangka penerimaan siswa baru dan/atau melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya; (3) untuk kenaikan kelas, hasil evaluasi digunakan untuk menetapkan siswa mana yang memenuhi rangking atau ukuran yang ditetapkan dalam rangka kenaikan kelas; (4) untuk penempatan, para lulusan yang ingin bekerja pada suatu instansi atau perusahaan perlu menyiapkan transkrip program studi yang telah ditempuhnya, yang juga memuat nilai-nilai hasil evaluasi belajar.
2)      Tujuan Evaluasi Hasil Belajar
Tujuannya adalah: (1) memberikan informasi tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajar melalui berbagai kegiatan belajar; (2) memberikan informasi yang dapat digunakan untuk membina kegiatan-kegiatan belajar siswa lebih lanjut, baik keseluruhan kelas maupun masing-masing individu; (3) memberikan informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa, menetapkan kesulitan-kesulitannya dan menyarankan kegiatan-kegiatan remedial (perbaikan); (4) memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mendorong motivasi belajar siswa dengan cara mengenal kemajuannya sendiri dan merangsangnya untuk melakukan upaya perbaikan; (5) memberikan informasi tentang semua aspek tingkah laku siswa, sehingga guru dapat membantu perkembangannya menjadi warga masyarakat dan pribadi yang berkualitas; (6) memberikan informasi yang tepat untuk membimbing siswa memilih sekolah, atau jabatan yang sesuai dengan kecakapan, minat dan bakatnya.
d.      Model Pembelajaran Kooperatif/Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif/cooperative learning merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran kooperatif adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajar siswa yang kurang pandai tanpa merasa dirugikan. Siswa kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang membantu dan memotivasinya. Siswa yang dulunya terbiasa bersikap pasif setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi secara aktif agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya (Priyanto, 2007. Dalam (Wena, 2011: 189).
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa (Nurhadi dan Senduk, 2003) dalam (Wena, 2011: 189).
Menurut Lie (2004), pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur, dan dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman sejawat (siswa lain) sebagai sumber belajar, di samping guru dan sumber belajar lainnya.
1)      Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Menurut Nurhadi & Senduk (2003) dan Lie (2002) dalam (Wena, 2011: 190), ada berbagai elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif, yaitu (1) saling ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan.
a)      Saling ketergantungan positif
Dalam sistem pembelajaran kooperatif, guru dituntut untuk mampu menciptakan suasana belajar yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Siswa yang satu membutuhkan siswa yang lain, demikian pula sebaliknya. Dalam hal ini kebutuhan antara siswa tentu terkait dengan pembelajaran (bukan kebutuhan yang berada di luar pembelajaran). Hubungan yang saling membutuhkan antara siswa satu dengan siswa yang lain inilah yang disebut dengan saling ketergantungan positif. Dalam pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok sadar bahwa mereka perlu bekerja sama dalam mencapai tujuan.
b)      Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Jadi dalam hal ini, semua anggota kelompok berinteraksi saling berhadapan, dengan menerapkan keterampilan bekerja sama untuk menjalin hubungan sesama anggota kelompok. Dalam hal ini antaranggota kelompok melaksanakan aktivitas-aktivitas dasar seperti bertanya, menjawab pertanyaan, menunggu dengan sabar teman yang sedang memberi penjelasan, berkata sopan, meminta bantuan, memberi penjelasan, dan sebagainya. Pada proses pembelajaran yang demikian para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi.
c)      Akuntabilitas individual
Untuk mencapai tujuan kelompok, setiap siswa harus  bertanggung jawab terhadap penguasaan materi pembelajaran secara maksimal, karena hasil belajar kelompok didasari atas rata-rata nilai anggota kelompok. Kondisi belajar yang demikian akan mampu menumbuhkan tanggung jawab pada masing-masing individu siswa. Tanpa adanya tanggung jawab individu, keberhasilan kelompok akan sulit tercapai.
d)     Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi
Dalam pembelajaran kooperatif dituntut untuk membimbing siswa agar dapat berkolaborasi, bekerja sama dan bersosialisasi antaranggota kelompok. Dengan demikian, dalam pembelajaran kooperatif, keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antarpribadi tidak hanya diasumsikan, tetapi secara sengaja diajarkan oleh guru. Dalam hal ini siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antarpribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga teguran dari sesama siswa. Dengan adanya teguran tersebut siswa secara perlahan dan pasti akan berusaha menjaga hubungan antarpribadi.
2)      Beberapa Tipe dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Ada beberapa macam tipe/model dalam pembelajaran kooperatif yang diketahui di antaranya: (1) model Student Teams Achievement Divisions (STAD), (2) model Jigsaw, (3) model Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC), (4) model Problem Based Introduction (PBI), (5) model Team Games Tournament (TGT), (6) model Mind Mapping, (7) model Think, Pair and Share (TPS), dan (8) model Make A Match. Namun di sini hanya akan dijelaskan tentang model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

e.       Model pembelajaran Think, Paire and Share
Model pembelajaran Think-Paire-Share dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari Universitas Maryland tahun 1985. Think-Paire-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana yang memberi kesempatan kepada guru untuk siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain.
Menurut Salvin (2009: 257), dalam metode pembelajaran ini, pertama-tama siswa diminta untuk duduk berpasangan. Kemudian guru mengajukan suatu masalah atau pertanyaan. Setiap siswa diminta untuk berpikir sendiri-sendiri terlebih dahulu tentang jawaban atas pertanyaan itu, kemudian mendiskusikan hasil pemikirannya dengan pasangan untuk mencapai sebuah kesepakatan terhadap jawaban. Setelah itu, guru meminta setiap pasangan untuk berbagi, menjelaskan jawaban yang telah mereka sepakati kepada teman lain di kelas.
Menurut Lie (2004:57) dalam metode pembelajaran Think-Paire-Share, pertama-tama guru mengajukan pertanyaan atau isu dan meminta setiap siswa memikirkan jawaban atau penjelasannya. Selanjutnya, siswa diarahkan untuk berpasangan dan mendiskusikan jawaban atau penjelasan tadi. Pasangan siswa akhirnya diminta menyampaikan kepada seluruh siswa secara klasikal hal yang telah didiskusikan dalam pasangan mereka.Keunggulan model pembelajaran ini, yaitu mampu mengoptimalkan partisipasi siswa.
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Paire-Share menurut Lie (2004:58) adalah:
1)      Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok.
2)      Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas sendiri.
3)      Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan  pasangannya.
4)      Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa berkesempatan  untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat.
Think-Paire-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu (Nurhadi dkk, 2003: 66). Setelah guru menyajikan suatu topik atau setelah siswa membaca suatu tugas, selanjutnya guru meminta siswa untuk memikirkan permasalahan yang ada dalam topik/bacaan tersebut. Dalam model ini siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain dan mendiskusikannya, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Tahap utama dalam pembelajaran Think-Paire-Share menurut Ibrahim (2000: 26-27) adalah sebagai berikut.
1)      Thinking (berpikir)
Guru mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi pelajaran. Kemudian siswa diminta memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
2)      Pairing (berpasangan)
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan merumuskan jawaban yang dianggap paling benar atau paling meyakinkan.
3)      Sharing (berbagi)
Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan, keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melampirkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran dengan pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Model pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa, karena siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi (berdiskusi) dengan pasangannya. Selanjutnya pasangan-pasangan tersebut harus berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk terlibat secara aktif.
Dalam bukunya, Trianto (2012: 133) juga menjelaskan tiga tahapan dalam Think-Paire-Share, yaitu:
1)      Langkah 1: Berpikir (Think)
Guru mengajukan suatu masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa untuk menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri sebelum menjawab permasalahan yang diajukan.
2)      Langkah 2: Berpasangan (Paire)
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban atau gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasikan.
3)      Langkah 3: Berbagi (Share)
Pada langkah akhir, guru meminta siswa secara berpasangan menyampaikan jawaban permasalahan pada yang lain seluruh kelas. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan dapat mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Berikut ini adalah tahap-tahap model Think-Paire-Share dalam pembelajaran teks prosedur kompleks.
1)      Think (Tahap berpikir)
Guru memberikan pertanyaan yang memancing siswa untuk berpikir menuangkan pendapatnya terkait dengan “Apa yang harus kalian lakukan jika terkena tilang?”.
2)      Paire (Tahap berkelompok/pasangan)
Guru menyuruh siswa untuk berpasangan dengan teman sebangku dan menukarkan pendapatnya masing-masing.
Setiap pasangan mendiskusikan dan menyusun langkah-langkah “Apa yang harus dilakukan jika terkena tilang” di kertas selembar dengan memakai struktur teks prosedur kompleks yang benar dan dengan ragam kalimat teks prosedur kompleks.
3)      Share (Tahap berbagi)
Setiap pasangan maju ke depan untuk mempresentasikan hasil diskusinya kepada siswa lain.

c.       Media Audio-Visual
Arsyad (2002: 11) mendefinisikan bahwa “media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk menyalurkan pesan informasi. Sedangkan audio visual adalah media instruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi), meliputi media yang dapat dilihat dan didengar” (Rohani, 1997: 97-98). Jadi, dapat disimpulkan bahwa media audio visual merupakan media perantara atau penggunaan materi dan penyerapannya melalui pandangan dan pendengaran sehingga membangun kondisi yang dapat membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.
1)      Bentuk-bentuk Media Audio Visual
Berbicara mengenai bentuk media, di sini media memiliki bentuk yang bervariasi sebagaimana dikemukakan oleh tokoh pendidikan, baik dari segi penggunaan, sifat bendanya, pengalaman belajar siswa, dan daya jangkauannya, maupun dilihat dari segi bentuk dan jenisnya. Sadiman (1996: 175) mengklasifikasikan bentuk-bentuk media audio visual ke dalam delapan kelas sebagai beikut.
a)      Media audio visual gerak contoh, televisi, video tape, film dan media audio pada umumnaya seperti kaset program, piringan, dan sebagainya.
b)      Media audio visual diam contoh, filmastip bersuara, slide bersuara, komik dengan suara.
c)      Media audio semi gerak contoh, telewriter, mose, dan media board.
d)     Media visual gerak contoh, film bisu.
e)      Media visual diam contoh microfon, gambar, dan grafis, peta globe, bagan, dan sebagainya.
f)       Media seni gerak.
g)      Media audio contoh, radio, telepon, tape, disk dan sebagainya.
h)      Media cetak contoh, televisi.
2)      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Media Audio Visual
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kriteria pemilihan media pengajaran antara lain “tujuan pengajaran yang ingin dicapai, ketepatgunaan, kondisi siswa, ketersediaan perangkat keras dan perangkat lunak, mutu teknis, dan biaya” (Asnawir dan Basyiruddin, 2002: 15). Oleh sebab itu, beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan sesuai dengan pendapat Arsyad (2002 : 72) yang mengemukakan bahwa pertimbangan pemilihan media pengajaran sebagai berikut:
a)      Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan yang secara umum mengacu kepada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Tujuan ini dapat digambarkan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan atau dipertunjukkan oleh siswa seperti menghafal, melakukan kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik dan pemikiran prinsip-prinsip seperti sebab akibat, melakukan tugas yang melibatkan pemahaman konsep-konsep atau hubungan-hubungan perubahan dan mengerjakan t5ugas-tuigas yang melibatkan pemikiran tingkat yang lebih tinggi.
b)      Tepat untuk mendukung isis pelajaran yang yang sifatnya fakta, konsep, prinsip yang generalisasi agar dapat membantu p0roses pengajaran secara efektif, media harus selaras dan menunjang tujuan pengajaran yangt telah ditetapkan serta sesuai dengan kebutuhan tugas pengajaran dan kemampuan mental siswa.
c)      Aspek materi yang menjadi pertimbangan dianggap penting dalam memilih media sesuai atau tidaknya antara materi dengan media yang digunakan atau berdampak pada hasil pengajaran siswa.
d)     Ketersediaan media disekolah atau memungkinkan bagi guru mendesain sendiri media yang akan digunakan merupakan hal yang perlu menjadi pertimbangan seorang guru.
e)      Pengelompokan sasaran, media yang efektif untuk kerlompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada kelompok kecil atau perorangan. Ada media yang tepat untuk kelompoik besar, kelompok sedang, kelompok kecil, dan perorangan.
f)       Mutu teknis pengembangan visual, baik gambar maupun fotograf harus memenuhi persaratan teknis tertentu misalnya visual pada slide harus jelas dan informasi pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen yang berupa latar belakang.

d.      Pendekatan Saintifik
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran disajikan  sebagai berikut:
1)      Mengamati (observasi)
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan  mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81A/2013, hendaklah  guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.
2)      Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang yang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstra berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin dapat dikembangkan. Pertanyaan terebut menjadi dasar untuk mencari informasi yang lebih lanjut dan beragam dari sumber yang ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik, dari sumber yang tunggal sampai sumber yang beragam.
Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, adalah  mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
3)      Mengeksplorasi
Kegiatan “mengeksplorasi”  merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan  dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi. Dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen,  membaca sumber lain selain buku teks,  mengamati objek/ kejadian/, aktivitas wawancara dengan nara sumber dan sebagainya. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah  mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.
4)      Mengasosiasikan/ Mengolah Informasi/Menalar
Kegiatan “mengasosiasi/ mengolah informasi/ menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, adalah memproses  informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainya, menemukan pola dari keterkaitan  informasi tersebut. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah  mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
5)      Mengomunikasikan
Pada pendekatan scientific guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui  menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut. Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor  81a Tahun 2013, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. 
Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

e.       Teks Prosedur Kompleks
Teks prosedur kompleks adalah teks atau bacaan yang berisi prosedur atau tahapan-tahapan kegiatan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dilakukan secara urut.
1)      Struktur Teks Prosedur Kompleks
Struktur teks prosedur kompleks meliputi: judul, tujuan, dan langkah-langkah.
a)      Judul adalah kepala karangan dari teks prosedur kompleks. Contoh: cara menggunakan mentrasfer uang lewat ATM, cara berobat di rumah sakit.
Contoh: Judul: Cara Menyambungkan Internet dengan Modem Eksternal. Dewasa ini, internet merupakan media paling revolusioner. Banyak pengembangan pada internet, salah satunya adalah perkembangan akses internet menggunakan modem eksternal.
b)      Tujuan adalah maksud yang ingin kita capai dari suatu hal. Contoh: Berikut ini hal yang harus Anda lakukan ketika mengikuti ujian. Dengan memperhatikan hal tersebut Anda dapat mengerjakan ujian dengan baik dan lancar.
c)      Langkah-langkah adalah susunan tata cara untuk mencapai tujuan. Contoh : Pertama, siapkan peralatan tulis. Kedua, periksalah kelengkapan lembar soal dan jawaban. Ketiga, isilah identitas dengan lengkap dan benar. Keempat, kerjakan soal dengan teliti dan jujur. Kelima, periksa kembali pekerjaan Anda.
2)      Struktur Kebahasaan Teks Prosedur Kompleks
a)      Kalimat imparatif
Kalimat imperatif adalah kalimat yang isinya memberikan perintah untuk melakukan sesuatu. Fungsi kalimat imperatif adalah meminta atau melarang seseorang untuk melakukan sesuatu. Ciri-ciri kalimat perintah adalah sebagai berikut: (1) isinya perintah untuk melakukan sesuatu, (2) intonasinya perintah (nadanya agak naik sedikit), (3) tanggapannya dalam bentuk perbuatan, dan (4) dalam tulisan diakhiri dengan tanda seru.
Macam-macam kalimat perintah/imperatif:
b)      Perintah biasa: Usirlah si Pirman itu!
c)      Permintaan: Coba ambilkan kapur itu!
d)     Ajakan: Marilah kita ke masjid sekarang!
e)      Larangan: Janganlah udud di sini!
3)      Kalimat deklaratif
Kalimat deklaratif adalah yang isinya memberikan sesuatu kepada pembaca atau pendengar. Fungsi kalimat deklaratif adalah memberikan informasi tentang sesuatu. Ciri-ciri kalimat deklaratif adalah sebagai berikut: (1) isinya memberikan sesuatu, (2) intonasinya netral (nada suara berakhir turun), (3) tanggapan pembaca atau pendengar tidak ada, dan (4) dalam tulisan diawali dengan huruf kapital dan diakhir dengan titik.
4)      Kalimat interogatif
Kalimat Interogatif adalah kalimat yang berisi pertanyaan. Fungsinya untuk meminta informasi tentang sesuatu. Jenis  kalimat tanya itu ada dua macam: (1) kalimat tanya total, yaitu kalimat tanya yang jawabannya ya atau tidak, (2) kalimat tanya parsial, yaitu kalimat tanya yang jawabannya ditentukan oleh kata tanyanya. Ciri-ciri kalimat tanya: (1) isinya menanyakan sesuatu, (2), intonasinya tanya (naik pada akhir kalimat), (3) tanggapannya berupa jawaban, dan (4) dalam bahasa tulis diakhiri dengan tanda tanya (?).


I.       Kerangka Berpikir
Pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks kurikulum 2013 pada siswa SMA kelas X ada beberapa macam, seperti teks laporan hasil obervasi, teks prosedur kompeks, teks eksposisi, teks anekdot, dan teks negosiasi. Teks prosedur kompleks merupakan salah satu pembelajaran berbasis teks yang menjelaskan langkah-langkah demi mencapai tujuan. Teks prosedur kompleks juga dapat dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, teks prosedur untuk menjalankan mesin cuci, untuk mengurus SIM, KTP, paspor, atau surat-surat penting yang lain untuk berobat di rumah sakit, dan untuk menjalani kegiatan lain yang membutuhkan langkah-langkah tertentu yang berguna bagi kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pembelajaran teks prosedur kompleks perlu dikembangkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
            Pembelajaran teks prosedur kompleks tidak hanya dapat diterapkan dengan pendekatan saintifik, tetapi juga dapat diterapkan dengan berbagai model pembelajaran, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share. Penggunaan model tersebut diharapkan dapat memberi keefektifan dalam belajar, sehingga siswa terlibat aktif dalam pembelajaran teks prosedur kompleks. Tipe ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara individu maupun berkelompok, dan memberi wawasan kepada siswa untuk berpikir mengenai suatu masalah tertentu.

J.       Metode Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian lapangan, yang artinya sebagai penelitian yang datanya diperoleh dengan cara mengumpulkannya dari pengalaman empiris di lapangan atau kancah penelitian dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dilaksanakan sebagai upaya memahami situasi tertentu dengan bentuk penelitian studi kasus yaitu suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci, dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga, atau gejala tertentu (Arikunto, 2006: 17).
Penelitian kualitatif merupakan bagian dari penelitian deskriptif, sehingga selanjutnya disebut sebagai penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang bermaksud melakukan penyelidikan dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek/subjek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Selain itu, penelitian ini menekankan pada proses daripada hasil (Moeleong, 2006: 33).

2.      Subjek dan Objek Penelitian
a.       Subjek Penelitian
Subjek penelitian diartikan sebagai komunitas yang dijadikan sasaran penelitian (Sudaryanto, 2003:18). Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas X SMK Muhammadiyah IV Yogyakarta pada pelajaran Bahasa Indonesia.
b.      Objek Penelitian
Objek penelitian adalah sejumlah individu, benda, atau hal yang langsung dikenai perlakuan dalam penelitian (Sudaryanto, 2003: 18). Dalam penelitian ini, objek penelitiannya yaitu proses pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pembelajaran teks prosedur kompleks menggunakan model Cooperative Learning tipe Think-Paire-Share.

3.      Teknik Pengumpulan Data
a.       Wawancara
Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara yang sudah disiapkan, pokok-pokok pertanyaan tidak diurutkan karena disesuaikan dengan keadaan responden dengan konteks wawancara. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 38).
Wawancara merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan secara lisan kepada orang-orang yang dapat memberikan informasi atau penjelasan hal-hal yang dianggap perlu dan memiliki hubungan dengan permasalahan penelitian. Wawancara hendaknya dilakukan dengan mempergunakan pedoman wawancara agar semua informasi dapat diperoleh secara lengkap.
Dalam penelitian ini informasi diperoleh langsung dari guru Bahasa Indonesia yang berperan secara langsung untuk menerapkan model cooperative learning tipe think-paire-share dalam pembelajaran teks prosedur kompleks. Selain itu wawancara juga dilakukan kepada beberapa siswa untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan pembelajaran teks prosedur kompleks dengan menggunakan model cooperative learning tipe think-paire-share.
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur, artinya wawancara dengan menggunakan perencanaan. Wawancara terstruktur menggunakan pedoman wawancara yang disusun secara sistematis dan lengkap utnuk pengumpulan data. Diharapkan dengan wawancara terstruktur, data yang diperoleh akan lebih fokus dan lengkap.

b.      Observasi
             Observasi adalah pengamatan langsung kepada suatu objek yang akan diteliti. Dalam menggunakan metode observasi, cara yang paling efektif adalah dengan menggunakan format blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi (Arikunto, 2010: 272). Biasanya format tersebut berisi tentang kegiatan belajar mengajar dari awal sampai akhir, kegiatan yang dilakukan guru di kelas, kegiatan siswa, penggunaan komponen meliputi: media, bahan, metode, dan evaluasi.
             Penelitian ini menggunakan metode observasi partisipasi. Observasi partisipasi menunjukkan tentang penelitian yang mempunyai ciri adanya suatu periode interaksi sosial intensif antara peneliti dengan subjek dalam lingkungan masyarakat yang diteliti, selama periode ini data yang diperoleh dikumpulkan secara sistematis dan berhati-hati.
             Untuk memperoleh data, peneliti harus ikut berpartisipasi atau berusaha menceburkan diri dalam kegiatan pembelajaran. Namun, sebaliknya kehadiran peneliti tidak mengganggu komunitas objek yang sedang diteliti, sehingga mereka tidak akan memanipulasi perilakunya.

c.       Angket
Arikunto (2010: 268) mengemukakan bahwa sebagian besar penelitian umumnya menggunakan kuesioner sebagai metode yang dipilih untuk mengumpulkan data. Kuesioner atau angket memang mempunyai banyak kebaikan sebagai instrumen pengumpulan data.
           Teknik kuesioner atau angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa mengenai topik penelitian. Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan daftar pertanyaan tertulis yang dikirim kepada responden untuk dijawab. Bentuk pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertanyaan tertutup, yaitu bentuk pertanyaan di mana responden tinggal memilih jawaban yang sudah disediakan sebelumnya.

d.      Tes
Tes merupakan suatu cara untuk melakukan penelitian yang berbentuk tugas yang harus dikerjakan atau dilaksanakan siswa utnuk mendapatkan data tentang nilai prestasi siswa tersebut setelah proses pembelajaran itu berlangsung. Tes dalam penelitian ini berbentuk soal uraian.


4.      Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah untuk diolah (Arikunto, 2006: 203). Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah penelitian itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan (Sugiyono, 2010: 305).
           Instrumen dalam penelitian ini adalah lembar pedoman wawancara dan lembar observasi digunakan untuk memperoleh data tentang penerapan model cooperative learning tipe think-paire-share dalam pembelajaran teks prosedur kompleks. Lembar angket/kuesioner untuk siswa dengan jawaban ya/tidak, dan tes yang berupa soal uraian. Lembar pedoman wawancara dan lembar observasi digunakan untuk memperoleh data tentang penerapan model cooperative learning tipe think-paire-share dalam pembelajaran teks prosedur kompleks. Lembar angket dan soal uraian digunakan untuk memperoleh data tentang hasil pembelajaran teks prosedur kompleks menggunakan model cooperative learning tipe think-paire-share pada siswa kelas X SMK Muhammadiyah IV Yogyakarta.

5.      Teknik Analisis Data
Penganalisisan data dilakukan dengan mengumpulkan data yang diperoleh dari wawancara, angket dan tes. Sesuai dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini, maka teknik analisa data yang peneliti gunakan adalah analisis deskriptif kualitatif atau analisis isi. Secara operasional teknik analisis data dilakukan dengan beberapa tahapan di antaranya (Moeloeng, 2006: 51).
a.       Reduksi data, yaitu data yang diperoleh di lapangan diidentifikasikan, dipilah-pilah, dikodingkan sesuai fokus penelitian.
b.      Kategorisasi, yaitu memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan dan setiap kategori diberi label.
c.       Sintesisasi, yaitu mencari kaitan antara satu kategori dengan kategori lainnya.
Menyusun analisis data akhir sekaligus menjawab pertanyaan penelitian. Peneliti menarik kesimpulan berdasarkan data yang telah dikumpulkan pada semua tahap sebelumnya.













Daftar Pustaka


Ahmad, Rohani. 1997. Media Intruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta.
________________. 2010. Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grofindo Persada Jakarta : Grafindo Pers.
Asnawir dan Basyaruddin. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Pers.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
______________. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
______________. 2013. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning (Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Http://BintangApriansyah.wordpress.com diunduh pada tanggal 07 Mei 2015.
Ibrahim, Muslimin, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya University Press.
Keraf, Gorys. 1994. Argumentasi dan Narasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Tama
Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia.
________. 2002. Cooperative Learning (Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas). Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Moeleong, Lexi J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Nurhadi, dkk. 2003. Pembelajaran Konstekstual (Cooperatif Learning di Ruang-ruang Kelas). Jakarta: Gramedia Widiasarana.
Puspitasari, Rita. 2013. “Upaya Peningkatan Pembelajaran Menyimak Drama Menggunakan Model Cooperative Learning Tipe Think-Pair-Share Pada Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 1 Gamping Sleman Tahun Pelajaran 2013/2014”. Skripsi. Universitas Ahmad Dahlan.
Sadiman, Arif S. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Salvin, Robert. E.. 2009. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Subana, M. 2003. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia: Berbagai Pendekatan, Metode Teknik, dan Media Pengajaran. Bandung: Pustaka Setia.
Sudaryanto. 2003. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
________. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sukandi, Ujang. 2001. Belajar Aktif dan Terpadu. Jakarta: The Brithis Council.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2002. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Trianto. 2012. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Uno, Hamzah. B.. 2011. Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif dan Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.





Lampiran-Lampiran
1.      Lembar Wawancara
2.      Lembar Observasi
3.      Lembar Angket Siswa
4.      Lembar Tes Siswa
(Pilihan Ganda dan Esai)
5.      Contoh Media Audio-Visual









Tidak ada komentar:

Posting Komentar