Analisis
Novel Ronggeng Dukuh Paruk
Karya
Ahmad Tohari dengan Pendekatan Mimetik

Disusun
Oleh :
1. Dodit
Setiawan (12003059)
2. Maya
Marliana (12003060)
3. Edo
Frandika (12003061)
4. Utami
Rakhmawati (12003062)
5. Nastiti
Wulandari (12003063)
6. Anjar
Wijayanto (12003064)
7. Arya
Gunawan (12003066)
KELAS B
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD
DAHLAN
2014
A.
Latar
Belakang
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia
yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, dan ide dalam suatu bentuk
gambaran kehidupan. Karya sastra dapat memberikan kesadaran kepada pembaca
tentang kehidupan walaupun dilukiskan di dalam bentuk fiksi. Salah satu contoh
dalam karya fiksi adalah novel. Menurut KBBI novel adalah karangan prosa yang
panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya
dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Dalam karya sastra terdapat
berbagai macam pendekatan. Menurut M.H Abrams pendekatan karya sastra ada empat,
yaitu pendekatan ekspresif, pendekatan objektif, pendekatan mimetik, dan
pendekatan pragmatik. Dalam analisis novel Ronggeng
Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari penulis menggunakan pendekatan
mimetik sebagai bentuk penerapan teori mimetik dalam karya sastra. Pendekatan mimetik merupakan pendekatan
karya sastra yang
selalu berupaya
untuk mengaitkan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. Dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari penulis ingin menganalisis dengan pendekatan ini karena novel
tersebut menceritakan seorang Ronggeng dalam kehidupan nyata Dukuh Paruk.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam makalah
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Masalah apa saja yang
terdapat dalam novel Ronggeng
Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari?
2. Apa fakta
cerita yang terdapat pada novel Ronggeng
Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dengan realitas
sehari-hari?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui masalah apa saja yang
terdapat dalam novel Ronggeng
Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
2. Untuk mengetahui fakta cerita, yang terdapat pada novel Ronggeng Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari dengan realitas sehari-hari.
D.
Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui masalah apa saja yang
terdapat dalam novel Ronggeng
Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.
2. Untuk mengetahui fakta cerita, yang terdapat pada novel Ronggeng Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari dengan realitas sehari-hari.
E.
Kajian
Teori
Jika kita berbicara tentang teori Mimetik, kita tidak dapat terlepas dari
pengaruh dua orang filsuf besar dari Yunani, yaitu Plato dan Aristoteles. Plato
menganggap bahwa karya seni berada di bawah kenyataan karena hanya berupa
tiruan dari tiruan yang ada dipikiran manusia yang meniru kenyataan. Sementara,
Aristoteles sebagai murid dari Plato berbeda pendapat. Aristoteles menganggap
karya seni adalah berada di atas kenyataan karena karya seni sebagai
katalisator untuk menyucikan jiwa manusia.
Menurut Abrams (1976), Pendekatan Mimetik merupakan pendekatan estetis yang
paling primitif. Akar sejarahnya terkandung dalam pandangan Plato dan
Aristoteles. Menurut Plato, dasar pertimbangannya adalah dunia pengalaman yaitu
karya sastra itu sendiri tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya,
melainkan hanya sebagai peniruan. Secara hierarkis dengan demikian karya seni
berada di bawah kenyataan. Pandangan ini ditolak oleh Aristoteles dengan
argumentasi bahwa karya seni berusaha menyucikan jiwa manusia, sebagai katharsis. Di samping itu juga karya
seni berusaha membangun dunianya sendiri (Ratna, 2011: 70).
Pandangan Plato mengenai mimetik sangat dipengaruhi oleh
pandangannya mengenai konsep ide-ide yang kemudian mempengaruhi bagaimana
pandangannya mengenai seni. Plato menganggap ide yang dimiliki manusia terhadap
suatu hal merupakan sesuatu yang sempurna dan tidak dapat berubah. Ide
merupakan dunia ide yang terdapat pada manusia. Ide oleh manusia hanya dapat
diketahui melalui rasio, tidak mungkin untuk dilihat atau disentuh dengan
pancaindra. Ide bagi Plato adalah hal yang tetap atau tidak dapat berubah,
misalnya ide mengenai bentuk segitiga, ia hanya satu tetapi dapat
ditransformasikan dalam bentuk segitiga yang terbuat dari kayu dengan jumlah
lebih dari satu. Ide mengenai segitiga tersebut tidak dapat berubah, tetapi
segitiga yang terbuat dari kayu bisa berubah (Bertnens, 1979: 13).
Berdasarkan pandangan Plato mengenai konsep ide tersebut,
Plato sangat memandang rendah seniman dan penyair dalam bukunya yang berjudul Republic bagian
kesepuluh. Bahkan, ia mengusir
seniman dan sastrawan dari negerinya karena menganggap seniman dan sastrawan
tidak berguna bagi Athena. Mereka dianggap hanya akan meninggikan nafsu dan
emosi saja. Pandangan tersebut muncul karena mimetik yang dilakukan oleh
seniman dan sastrawan hanya akan menghasilkan khayalan tentang kenyataan dan
tetap jauh dari ‘kebenaran’. Seluruh barang yang dihasilkan manusia menurut
Plato hanya merupakan copy dari ide, sehingga barang tersebut tidak
akan pernah sesempurna bentuk aslinya (dalam ide-ide mengenai barang tersebut).
Bagi Plato seorang tukang lebih mulia dari pada seniman atau penyair. Seorang
tukang yang membuat kursi, meja, lemari, dan lain sebagainya mampu menghadirkan
ide ke dalam bentuk yang dapat disentuh pancaindra. Sedangkan penyair dan
seniman hanya menjiplak kenyataan yang dapat disentuh pancaindra (seperti yang
dihasilkan tukang), Mereka oleh Plato hanya dianggap menjiplak dari jiplakan
(Luxemberg, 1989: 16).
Menurut Plato mimetik hanya terikat pada ide pendekatan.
Tidak pernah menghasilkan kopi sungguhan, mimetik hanya mampu menyarankan
tataran yang lebih tinggi. Mimetik yang dilakukan oleh seniman dan sastrawan
tidak mungkin mengacu secara langsung terhadap dunia ide (Teew, 1984:
220). Hal itu disebabkan pandangan Plato bahwa seni dan sastra hanya mengacu
kepada sesuatu yang ada secara faktual seperti yang telah disebutkan di muka.
Bahkan, seperti yang telah dijelaskan di muka, Plato mengatakan bila seni hanya
menimbulkan nafsu karena cenderung menghimbau emosi, bukan rasio (Teew, 1984:
221).
Aristoteles adalah seorang pelopor penentangan pandangan
Plato tentang mimetik yang berarti juga menentang pandangan rendah Plato
terhadap seni. Apabila Plato beranggapan bahwa seni hanya merendahkan manusia
karena menghimbau nafsu dan emosi, Aristoteles justru menganggap seni sebagai
sesuatu yang bisa meninggikan akal budi. “Bila Aristoteles memandang seni
sebagai katharsis, penyucian
terhadap jiwa. Karya seni oleh Aristoteles dianggap menimbulkan kekhawatiran
dan rasa khas kasihan yang dapat membebaskan dari nafsu rendah penikmatnya”
(Teew, 1984: 221).
Aristoteles menganggap seniman dan sastrawan yang
melakukan mimetik tidak semata-mata menjiplak kenyataan, melainkan sebuah
proses kreatif untuk menghasilkan kebaruan. Seniman dan sastrawan menghasilkan
suatu bentuk baru dari kenyataan indrawi yang diperolehnya. Dalam bukunya yang
berjudul Poetica, Aristoteles mengemukakakan bahwa sastra
bukan copy (sebagaimana uraian Plato) melainkan suatu
ungkapan mengenai “universalia” (konsep-konsep umum). Dari kenyataan yang
menampakkan diri kacau balau seorang seniman atau penyair memilih beberapa
unsur untuk kemudian diciptakan kembali menjadi ‘kodrat manusia yang abadi’,
kebenaran yang universal. Itulah yang membuat Aristoteles dengan keras
berpendapat bahwa seniman dan sastrawan jauh lebih tingi dari tukang kayu dan
tukang-tukang lainnya (Luxemberg, 1989: 17).
Pandangan positif Aristoteles terhadap seni dan mimetik
dipengaruhi oleh pemikirannya terhadap ‘ada’ dan ide-ide. Aristoteles
menganggap ide-ide manusia bukan sebagai kenyataan. Jika Plato beranggapan
bahwa hanya ide-lah yang tidak dapat berubah, Aristoteles justru mengatakan
bahwa yang tidak dapat berubah (tetap) adalah benda-benda jasmani itu sendiri.
Benda jasmani oleh Aristoteles diklasifikasikan ke dalam dua kategori, bentuk
dan kategori. Bentuk adalah wujud suatu hal, sedangkan materi adalah bahan untuk
membuat bentuk tersebut, dengan kata lain bentuk dan meteri adalah suatu
kesatuan (Bertens, 1979: 13).
Mimetik yang menjadi pandangan Plato dan Aristoteles saat
ini telah ditransformasikan ke dalam berbagai bentuk teori estetika (filsafat
keindahan) dengan berbagai pengembangan di dalamnya. Pada zaman Renaissaince
pandangan Plato dan Aristoteles mengenai mimetik saat ini telah dipengaruhi
oleh pandangan Plotinis, seorang filsuf Yunani pada abad ke-3 Masehi. Mimetik
tidak lagi diartikan suatu pencerminan tentang kenyataan indrawi, tetapi
merupakan pencerminan langsung terhadap ide. Berdasarkan pandangan di atas,
dapat diasumsikan bahwa susunan kata dalam teks sastra tidak meng-copy secara dangkal dari kenyataan indrawi yang
diterima penyair, tetapi mencerminkan kenyataan hakiki yang lebih luhur.
Melalui pencerminan tersebut kenyataan indrawi dapat disentuh dengan
dimensi lain yang lebih luhur (Luxemberg, 1989: 18).
Konsep mimetik zaman reanaissance tersebut kemudian
tergeser pada zaman romantic.
Aliran romantic justru memperhatikan kembali yang aneh-aneh,
tidak riil dan tidak masuk akal. Apakah dalam sebuah karya seni dan sastra
mencerminkan kembali realitas indrawi tidak diutamakan lagi. Sastra dan seni
tidak hanya menciptakan kembali kenyataan indrawi, tetapi juga menciptakan
bagan mengenai kenyataan. Kaum romantic lebih memperhatikan sesuati dibalik mimetik,
misalnya persoalan plot dalam drama. Plot atau alur drama bukan suatu urutan
peristiwa saja, melainkan juga dipandang sebagai kesatuan organik dan karena
itulah drama memaparkan suatu pengertian mengenai perbuatan-perbuatan manusia
(Luxemberg, 1989: 18).
F.
Analisis
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad
Tohari menurut pendekatan Mimetik
Analisis pendekatan mimetik pada novel Ronggeng Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari disusun berdasarkan sistematika pembahasan, yaitu: 1) identifikasi aspek
sosial dalam novel Ronggeng
Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, 2) analisis
aspek sosial dalam novel Ronggeng
Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, 3)
membuktikan aspek sosial sebagai bentuk peniruan dari kehidupan nyata dalam novel
Ronggeng Dukuh
Paruk karya Ahmad Tohari, dan 4)
menganalisis aspek sosial dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari yang dihubungkan dengan dunia nyata.
Masalah yang terdapat dalam novel Ronggeng
Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari.
Dalam novel Ronggeng
Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dapat ditemukan
beberapa masalah-masalah sosial. Novel ini menceritakan tentang perjalanan hidup seorang
ronggeng yang berasal dari Dukuh Paruk. Adapun masalah-masalah sosial tersebut
antara lain
: 1) tokoh Srintil
dan latar belakang keluarganya, 2) ritual Srintil sebagai syarat menjadi
ronggeng, dan 3) keberadaan
Srintil menjadi ronggeng memberi pengaruh bagi masyarakat Dukuh Paruk.
1.
Tokoh Srintil dan latar
belakang keluarganya
Tokoh
utama Srintil, adalah seorang gadis yang merupakan penduduk di desa terpencil
bernama Dukuh Paruk. Srintil adalah gadis kecil yang dipercaya oleh kakeknya, bahwa suatu
saat nanti, Srintil akan menjadi penerus ronggeng di Dukuh Paruk, karena indang
ronggeng telah bersemayam di tubuh Srintil.
Ayah dan Ibu Srintil meninggal
dunia karena memakan tempe bongkrek buatannya, yang dituduh beracun oleh para
warga. Semenjak itulah, Srintil
diasuh oleh kakek
dan neneknya.
Srintil dan kakek neneknya adalah orang
yang tidak punya. Mereka hanya tinggal di gubuk kecil yang sudah tidak layak
untuk ditempati lagi. Karena itulah, kakek
Srintil berharap Srintil akan menjadi ronggeng terkenal di Dukuh Paruk. Sebab,
menjadi seorang ronggeng, berarti menjanjikan sebuah kekayaan yang berlipat
ganda. Itulah alasan mengapa Srintil ingin menjadi ronggeng.
Banyak
pula gadis-gadis di Dukuh Paruk yang ingin menjadi ronggeng, agar bisa merubah
nasibnya menjadi orang kaya. Karena saat itu, masyarakat Dukug Paruk memang
serba kekurangan.
2.
Ritual Srintil sebagai syarat menjadi ronggeng
Srintil harus melakukan banyak hal
terkait kematangannya untuk ingin menjadi seorang ronggeng. Ia pun harus
menjalani berbagai ritual yang sudah ditentukan oleh Ki Kertaraja sebagai dukun
paruk atau kamitua, yang mengurus hal-hal yang berkaitan dengan ronggeng.
Suatu hal yang tidak mudah tentunya
bagi Srintil, karena beberapa di antara syarat menjadi ronggeng harus
bertentangan dengan batinnya. Tetapi Srintil harus mampu melewati itu semua,
agar ia sah menjadi ronggeng. Srintil pun berusaha untuk melakukannya meski
bertentangan dengan batinnya, demi menjadi seorang ronggeng. Beberapa ritual
yang harus dijalani Srintil di antaranya:
a. Upacara
Pemandian
Upacara
pemandian adalah ritual pertama yang lakukan Srintil. Di mana ia diarak oleh
seluruh warga Dukuh Paruk, untuk dimandikan di dekat makam leluhur atau eyang
Dukuh Paruk, yaitu Ki Secamenggala. Makam Ki Secamenggala memang dikeramatkan
oleh warga Dukuh Paruk. Setelah dimandikan, Srintil kemudian disuruh meronggeng
di dekat pusara Ki Secamenggala, diiringi tetabuan calung dan disaksikan oleh
masyarakat Dukuh Paruk.
b. Pementasan
di Atas Panggung
Selanjutnya,
dan pada hari berikutnya. Srintil berpentas dan meronggeng di atas panggung
untuk yang pertama kalinya, di depan ratusan masyarakat Dukuh Paruk. Ia
didandani layaknya seorang ronggeng, dan menari dengan lincah seperti ronggeng
profesional. Bila ada laki-laki yang menyentuh atau menjamahnya, Srintil tak
peduli, sebab itulah risiko utama menjadi seorang ronggeng. Tidak pernah lepas
dari tangan kenakalan laki-laki berhidung belang.
c. Ritual
bukak-klambu
Dan
yang terakhir, ini adalah ritual yang sangat bertentangan dengan batin Srintil.
Di mana ia harus merelakan keperawanannya untuk satu laki-laki yang berhasil
mewisudanya. Tetapi, untuk menjalankan ritual itu, terlebih dahulu Ki Kertaraja
mengadakan sayembara, syarat untuk laki-laki yang ingin menjalani ritual
bukak-klambu dengan Srintil.
Srintil
mengalami dilema berat, karena ia harus mengorbankan barang berharganya untuk
laki-laki yang tidak dicintainya. Sebab, hati Srintil terlanjur mencintai
laki-laki di masa kecilnya, yaitu Rasus. Rasus pun merasa kecewa saat Srintil
akan menjalani ritual bukak-klambu. Tetapi, demi menjadi seorang ronggeng,
Srintil harus melakukan ritual itu.
3. Keberadaan
Srintil menjadi ronggeng memberi pengaruh bagi masyarakat Dukuh Paruk
Setelah Srintil berhasil melewati
tiga macam ritual, ia pun dinobatkan menjadi ronggeng yang sah di Dukuh Paruk.
Tentunya keberadaan Srintil setelah menjadi ronggeng memberikan banyak pengaruh
bagi masyarakat Dukuh Paruk. Beberapa di antaranya dimulai dari pihak yang bersengekta
untuk memenangkan sayembara keperawanan Srintil. Belum lagi pandangan
masyarakat terhadap Srintil akan pekerjaannya sebagai ronggeng. Namun, Srintil
merasa senang, karena lebih banyak yang mengaguminya daripada yang membencinya.
Tidak lain halnya dengan para istri yang merasa waswas dan berhati-hati, takut
jika suaminya kepincut oleh kecantikan dan kemolekan Srintil. Dan banyak pula
laki-laki yang ingin mengajak kencan Srintil, bahkan ingin meniduri Srintil,
tanpa ingin menikahinya. Sejak saat itulah, ketenaran Srintil semakin menjulang
sebagai seorang ronggeng, dan saat itu pulalah, Srintil harus kehilangan cinta
sejatinya, yaitu Rasus.
Fakta cerita, yang
terdapat pada novel Ronggeng
Dukuh Paruk karya
Ahmad Tohari dengan realitas sehari-hari.
Hubungan
cerita Ronggeng Dukuh Paruk dengan realitas sehari-hari
Secara
sederhana, sastra membahas soal kehidupan anak manusia. Begitu pula di dalam
novel Ronggeng Dukuh Paruk yang memiliki banyak keterkaitan dengan realitas
sehari-hari. Beberapa di antaranya adalah:
1. Ronggeng
dianggap memiliki kekuatan yang magic.
Seorang
ronggeng dianggap memiliki kekuatan magic saat menari. Dibawah alam sadarnya.
Pada saat menari gerakannya ringan dan seperti menari tanpa kesadaran.
Dipercaya ada kekuatan magic di sana. Perhatikan kutipan- kutipan berikut:
“Ketika
Srintil menyanyikan lagu yang sulit- sulit, yang pasti belum pernah
dipelajarinya, bulatlah hati Kartareja. Dia harus percaya bahwa Srintil
mendapat indang. Kartareja percaya penuh, Srintil dilahirkan di dukuh Paruk
atas restu arwah Ki Secamenggala dengan tugas menjadi ronggeng. Penampilan
Srintil yang pertama, membuat kertareja mengangguk dan menggangguk.” (Ronggeng
Dukuh Paruk, 2009:20)
Terlihat
bagaimana dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk dijelaskan bahwa untuk menjadi
ronggeng, seorang ronggeng terlebih dahulu mendapat kekuatan dari ruh indang
ronggeng. Hal tersebut terlihat juga terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Hal
tersebut ada di dalam sebuah pernyataan di sebuah media likal saat membahas
mengenai liku-liku kehidupan ronggeng di era modernisasi seperti ini.
Hal
tersebut terlihat juga terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut ada
di dalam sebuah pernyataan di sebuah media likal saat membahas mengenai liku-
liku kehidupan ronggeng di era modernisasi seperti ini. Berikut kutipannya:
“Syahdan
kehadirannya memiliki kekuatan magis tertentu yang menjadi sumber kekuatandan
imajinasi bagi lelaki sehingga mampu menuntun mereka mengekspresikan keceriaan
batin dengan menari bersama.” (Liputan 6.com,18/08/2010 20:58)
Terlihat
bagaimana ada persamaan konsep bahwa seorang ronggeng memilki persamaan dengan
dunia lain yang berada di luar dirinya sendiri. Seperti halnya fenomena magic
yang membuat daya tarik tersendiri bagi seorang ronggeng dari penggemarnya,
khususnya laki- laki.
Terlihat
bagaimana persamaan konsep bahwa seorang ronggeng memilki persamaan dengan
dunia lain yang berada di luar dirinya sendiri. Seperti halnya fenomena magic
yang membuat daya tarik tersendiri bagi seorang ronggeng dari penggemarnya, khususnya
laki- laki.
2.
Motivasi menjadi
seorang ronggeng karena keadaan ekonomi
Keadaan
ekonomi masyarakat menjadi hal yang lumrah. Entah itu ekonominya yang semakin
meningkat, atau justru sebaliknya. Apabila ekonominya bermasalah dan semakin
rendah, salah satu jalan keluarnya adalah dengan melakukan hal apapun sehingga
ekonominya kembali membaik dan tidak kekurangan sebagaimana biasa. Mungkin
dengan menjadi kuli, buruh, maupun usaha kecil-kecilan demi memperbaiki masalah
ekonominya.
Tertampak
juga pada novel Ronggeng Dukuh Paruk. Warga Dukuh Paruk khususnya yang paling
parah dalam soal perekonomian. Warga bergantung pada sawah milik Kertaraja yang
menjadi mata pencahariannya, karena Kertaraja adalah orang paling kaya di desa
Dukuh Paruk. Tak terkecuali Srintil, yang menggantungkan hidupnya pada Ki
Kertaraja, karena hanya beliaulah yang mampu menghidupi dirinya dan Kakek
Neneknya.
Srintil
termotivasi untuk menjadi seorang ronggeng, itu semua juga berawal dari
dorongan Kakeknya. Ki Kertaraja lah yang menjadi harapannya, dan mengurus semua
keinginannya untuk menjadi seorang ronggeng. Seorang ronggeng memang
menjanjikan akan berubahnya nasib menjadi lebih baik, terutama dalam soal
ekonomi. Perhatikan kutipan berikut ini:
“Lihat. Baru beberapa bulan menjadi
ronggeng sudah ada gelang emas di tanganSrintil. Bandul kalungnya sebuah
ringgit emas pula,” kata seorang perempuan penjual sirih.” (Ronggeng Dukuh
Paruk, 2009: 81).
Dari
kutipan di atas sangat jelas perubahan hidup Srintil, yang tadinya hanya
seorang gadis serba kekurangan, kini ia menjadi gadis yang serba berlimpah
harta. Hal tersebut juga terjadi di dalam kehidupan sehari- hari. Seseorang
yang memutuskan menjadi seorang ronggeng karena himpitan faktor ekonomi.
Perhatikan kutipan berikut:
“Jika
seorang petani biasa, atau penyadap nira kelapa, ingin memanggil grup ronggeng,
mereka harus menyiapkan uang sesuai tarif yang dipatok sejak jauh hari. Tatkala
ronggeng dipentaskan, status sosial naik. Akan tetapi, tidak semua orang bisa
memanggil grup ronggeng amen. Tarif sekali pentas sehari semalam sekitar Rp 3,5
juta, bukanlah angka yang kecil bagi petani. Hanya warga kelas sosial ekonomi
mapan yang mampu menghadirkan ronggeng dengan tarif sebesar itu.” (Kompas, 12
Februari 2010)
Terlihat
bagaimana ada dua kemiripan fenomena yang ada di dalam novel dan keseharian.
3.
Ronggeng adalah hiburan
yang dipentaskan untuk acara warga.
Ronggeng
merupakan seni hiburan yang dipentaskan untuk acara warga. Entah itu acara
hajatan resmi, maupun tidak resmi. Dalam acara Agustusan pun ronggeng mutlak
dipentaskan demi memeriahkan acara ulang tahun Republik Indonesia, pada novel
tersebut. terdapat pada kutipan berikut ini:
“Kang
Sakarya,” Ujar Pak Ranu. “Bukan saya yang hendak punya hajat, melainkan panitia
perayaan Agustusan”
“Agustusan
dengan mementaskan ronggeng?”
Tampak bahwa ronggeng
dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk dipentaskan untuk acara-acara warga. Hal yang
sama juga terlihat dalam kehidupan sehari- hari. Berikut, dari sebuah artikel
Koran Nasional.
“Peronggeng
amen dari Grup Ronggeng Girimukti, Padaherang, Ciamis, Jawa Barat menari
bersama penonton di halan balai Desa Sindangasih, Banjarsari, Ciamis, Jumat,
(12/2). Di bawah naungan awan-gemawan musim kemarau di Kampung Kalenanyar,
Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, tujuh penari itu menggoyang tubuh mereka di
atas tanah becek yang ditaburi kapur. Para ronggeng menari tanpa alas kaki.
Udara
pukul 10 pagi gerah saat suara gamelan dan tarian ronggeng mulai hadir utuh di
halaman rumah Nasum (50), keluarga yang berhajat. Orang-orang berangsur
berkumpul di rumah petani penyadap kelapa dari Desa Rawaapu Kecamatan Patimuan,
Cilacap, itu yang tengah melaksanakan nadar khitan untuk anak lelakinya, Faisal
(9).”
Dari
penjelaasan tersebut jelas terlihat bahwa di dalam kenyataan sehari- hari juga,
ronggeng dipentaskan untuk acara warga. Dalam kutipan di atas acara khitanan.
4.
Ritual menjadi seorang
ronggeng.
Ritual
yang dihadapi seorang ronggeng dalam novel tersebut, yang telah dijelaskan
sebelumnya, juga memiliki keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang pernah
terjadi. Seperti: upacara pemandian, pementasan di panggung, dan bukak-klambu.
Hal-hal yang demikian patut dilakukan oleh calon ronggeng. Guna agar seorang
ronggeng nantinya dapat cepat memiliki keuntungan. Sama halnya dengan
ronggeng-ronggeng yang ada di kehidupan nyata.
5.
Hormat kepada para
leluhur.
Menghormati
leluhur yang pernah berdiam di desa Dukuh Paruk adalah merupakan kewajiban bagi
warga-warga yang juga tinggal di Dukuh Paruk. Lumrahnya, penghormatan semacam
itu biasa dilakukan dengan cara memberikan sesajen atau sesemahan kepada
leluhur, dengan menyimpannya di dekat makam leluhur.
Di
Dukuh Paruk, banyak warga yang sangat meninggikan derajat Eyang Ki
Secamenggala, yang merupakan leluhur di dukuh terpencil itu. Setiap bulannya,
warga desa harus menyediakan sesajen untuk Eyang Ki Secamenggala, agar Dukuh
Paruk tetap tenteram dan terhindar dari segala marabahaya.
Hal
yang juga sering terjadi di realitas warga masyarakat Indonesia. Nampaknya hal
tersebut sudah menjadi tindakan yang lumrah agar terhindar dari bencana dan
bahaya. Seperti: melemparkan sesajen ke laut setiap empat tahun sekali untuk
merayakan hari bumi. Yang berfungsi agar bumi ini terhindar dari bencana alam.
Atau menyediakan sesajen untuk nenek moyang ketika di rumah sedang ada acara
resmi, seperti: resepsi, hajatan maupun halal bil halal. Semua itu dilakukan
agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
G.
Kesimpulan
Cerita kehidupan di dalam novel
“Ronggeng Dukuh Paruk” ini memiliki keterkaitan yang begitu kental dengan realitas
sehari-hari. Dilihat dari fenomena-fenomena di dalam novel serta
fenomena-fenomena pada kehidupan nyata masyarakat Indonesia, yang memiliki
banyak kesamaan. Ahmad Tohari pada saat itu mengapresiasikan tulisannya dengan
menghubungkan kondisi masyarakat pada zaman dahulu. Di mana masyarakat zaman
dahulu tidak begitu peduli dengan norma-norma yang telah ditetapkan. Salah
satunya adalah norma agama. Terlihat pada sebagian cerita yang bertentangan
dengan norma agama. Seperti: menyayembarakan keperawanan seorang gadis, dan
meninggikan derajat orang yang sudah meninggal. Norma-norma agama seperti itu
diselewengkan. Sebab, novel tersebut lebih kepada fenomena keadaan masyarakat
itu sendiri. Tradisi, seni dan kepuasan alam yang diberikan oleh desa Dukuh Paruk
kepada utusan-utusannya.
H.
Daftar
Pustaka
Tohari, Ahmad. Ronggeng
Dukuh Paruk. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
I.
Lampiran
Sinopsis Novel Ronggeng Dukuh Paruk
Karya Ahmad Tohari
Diceritakan di sebuah desa bernama Dukuh Parruk,
tinggal seorang gadis yang cantik jelita bernama Srintil dan memiliki sahabat
bernama Rasus. Suatu ketika Srintil menari tayub saat Rasus dengan
teman-temannya mengiringi tariannya dengan tembang dan musik. Meskipun suara
calung dan gendang tersebut dibuat dari mulut mereka. Srintil menari serupa
tarian ronggeng.
Ketika itu, kakek Srintil bersama Kartaredja melihat
hal tersebut. Srintil dinobatkan menjadi seorang ronggeng setelah melalui
beberapa ritual.
Semua ritwal itu dijalani Srintil. Mulai dari mandi di
pusara kuburan Ki Secamenggala sampai dengan ritual buka klambu. Ritual
terakhir yang harus dilalui seorang calon ronggeng adalah buka klambu. Ia akan
menyelenggarakan sayembara terhadap para lelaki yang berani menawarnya paling
mahal untuk mendapatkan keperawanannya. Setelah ada seorang lelaki yang mampu
memenuhi persyaratannya, maka ia akan memberikan keperawanannya pada lelaki
tersebut.
Rasus tidak rela melihat itu. Ia tak rela melihat
Srintil melepas kesuciannya begitu saja demi ritual buka klambu untuk menjadi
ronggeng yang sesungguhnya. Srintil juga berada di dalam kebimbangan antara
ingin menjadi ronggeng yang sesungguhnya dan merasa takut melakukan ritual
tersebut. Ritual itu sebenarnya juga amat berat baginya. Akan tetapi akhirnya
Srintil memberikan kesuciannya kepada Rasus secara diam-diam tanpa imbalan
apapun. Meskipun setelah itu juga ada lelaki yang memenangkan sayembara buka
klambu itu.
Srintil akhirnya menjadi ronggeng yang terkenal
setelah ritual buka klambu dilaksanakan. Ia menjadi ronggeng yang laris dan
menjadi pembicaraan semua orang.
Setiap orang
memujinya. Ia juga semakin kaya setelah menjadi ronggeng.
Tak kuasa melihat Srintil yang telah menjadi ronggeng, Rasus pindah dari Dukuh Paruk ke Dawuhan. Awalnya ia bekerja menjadi pesuruh di pasar. Tetapi akhirnya ia bekerja bersama para tentara yang bertugas di sana. Rasuspun akhirnya juga diangkat menjadi seorang tentara berkat kejujuran dan kegigihannya. Setelah menjadi ronggeng, justru Srintil menyadari bahwa ia mencintai Rasus. Ia ingin merasakan kelembutan sentuhan lelaki dan merasa jenuh menjadi ronggeng.
Tak kuasa melihat Srintil yang telah menjadi ronggeng, Rasus pindah dari Dukuh Paruk ke Dawuhan. Awalnya ia bekerja menjadi pesuruh di pasar. Tetapi akhirnya ia bekerja bersama para tentara yang bertugas di sana. Rasuspun akhirnya juga diangkat menjadi seorang tentara berkat kejujuran dan kegigihannya. Setelah menjadi ronggeng, justru Srintil menyadari bahwa ia mencintai Rasus. Ia ingin merasakan kelembutan sentuhan lelaki dan merasa jenuh menjadi ronggeng.
Srintil mengajak Rasus menikah, tetapi Rasus menolak
karena lebih memilih menjadi tentara. Srintil sangat bersedih karena hal
tersebut. Srintil yang sudah mulai merasa jenuh menjadi seorang ronggeng dukuh paruk,
sering menolak untuk melayani para lelaki. Bahkan beberapa kali menolak untuk
meronggeng. Sebenarnya ia ingin memiliki hidup yang lebih tenang, yaitu
memiliki suami dan anak. Memiliki keluarga yang bisa menenteramkan hatinya. Ia
juga masih mengharapkan Rasus, seorang lelaki Dukuh Paruk yang kini telah
menjadi tentara. Banyak sekali permasalahan yang mulai membuat Srintil untuk
enggan meronggeng. Apalagi ia mulai menemukan Goder yang diangkat menjadi
anaknya. Ia sangat memanjakan Goder laiknya anaknya sendiri. Ia semakin teguh
untuk berhenti meronggeng dan menciptakan hidup baru.
Namun tiba-tiba petaka muncul menghantam dukuh paruk.
Dukuh paruk diguncang oleh panas dan liciknya dunia politik. Dukuh paruk
dituduh menjadi anggota partai komunis setelah terlibat dengan oknum partai
tersebut. Dengan segala kebodohan yang dimiliki dukuh paruk, Srintil bersama
beberapa masyarakat dukuh paruk lainnya ditahan.
Srintil menjadi orang dukuh paruk yang paling lama
ditahan. Setelah ia dibebaskan, kehidupannya sudah mulai berubah. Ia mulai
tertutup dengan orang lain. Pandangan orang lain terhadapnya juga mulai berubah
karena identik dengan partai komunis tersebut serta menjadi bekas tahanan.
Hingga ia bertemu dengan Bajus, lelaki yang mulai dekat dengannya. Dengan ketulusan
dan kebaikan Bajus Srintil menjadi terbuka dan dekat dengan Bajus. Semakin hari
Srintil semakin dekat dengan Bajus dan kehidupan Srintil mulai membaik.
Rasus yang telah lama tidak pulang, akhirnya ia
kembali ke dukuh paruk untuk berlibur. Mengetahui hal itu hati Srintil sempat
goyah. Ia sebenarnya masih menyimpan rasa terhadap Rasus. Tetapi ia tak bisa
berbuat apa-apa. Ia juga menyadari bahwa ia sedang dekat dengan Bajus.
Suatu hari Srintil diajak Bajus untuk mengikuti acara
tertentu. Ternyata selama ini Bajus telah memiliki rencana jahat terhadap
Srintil. Bajus ingin menyerahkan Srintil kepada bosnya sebagai hadiah agar
bisnisnya lancar. Srintil sangat terpukul karena ia telah begitu percaya pada
Bajus. Namun Bajus justru merupakan lelaki yang jahat. Karena itu, Srintil
mengalami gangguan jiwa dan menjadi gila. Melihat kondisi Srintil yang
memrihartinkan, Rasus merasa iba. Ia akhirnya membawa Srintil ke rumah sakit
jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar