PEMAJASAN DALAM NOVEL “BINTANG TERTUSUK CINTA”
KARYA RENI HAPSARI
Kajian Stilistika
Dosen
Pengampu: Dra. Titiek Suyatmi, M.Pd

Disusun
oleh:
Maya Marliana
12003060
A/VI
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya
sastra merupakan sebuah karya yang pada hakikatnya dibuat dengan mengedepankan
aspek keindahan di samping keefektifan penyampaian pesan. Aspek keindahan tersebut
sengaja dibentuk oleh pengarang dengan memanfaatkan potensi bahasa yang digali
dari kekayaan bahasa setempat. Aspek keindahan itu juga yang digunakan oleh
pengarang agar dapat memberikan daya tarik kepada suatu karya sastra sehingga
mampu memikat pembacanya. Ciri khas pengarang yang menjadi daya tarik dari
suatu karya dapat dikaji dengan kajian stilistika.
Stilistika
merupakan bagian dari linguistik yang memusatkan perhatiannya pada variasi
penggunaan bahasa yang ekslusif terutama pemakaian bahasa dalam sastra (Turner
dalam Jabrohim Ed, 2003: 161). Untuk mengetahui gaya penulisan seorang
pengarang dapat dikaji menggunakan pendekatan stilistika. Kajian stilistika
bertolak dari asumsi bahwa bahasa mempunyai tugas dan peranan penting dalam
kehadiran dan penghadiran karya sastra. Untuk mengetahui gaya penulisan
seseorang pengarang diperlukan sebuah ilmu untuk mengalisanya. Ilmu tersebut
adalah stilistika.
Novel merupakan salah satu untuk mengungkapkan sesuatu cara bebas,
melibatkan permasalahan secara bebas, melibatkan permasalahan secara kompleks
sehingga menjadi sebuah dunia yang penuh. Sebuah novel jelas tidak akan selesai
dibaca dalam sekali duduk, karena panjangnya sebuah novel memiliki peluang yang
cukup untuk mempermasalahkan karakter tokoh dalam perjalanan waktu. Novel
sebagai bentuk karya sastra, selain memberi hiburan juga memberikan manfaat.
Novel dapat menghibur, karena di dalamnya tersaji suatu cerita yang indah, gaya
bahasa yang menarik dan dapat memberikan pengaruh bagi pembaca (Wellek dan
Werren dalam Nurgiyantoro, 2010: 3).
Dalam
kajian ini, saya akan melakukan anslisis stilistika novel karya Reni Hapsari
yang berjudul “Bintang Tertusuk Cinta”. Analisis stilistika pada novel “Bintang
Tertusuk Cinta” pada bab ini dimaksudkan untuk menerangkan hubungan antara
bahasa dengan fungsi artistik dan maknanya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
sajakah bentuk majas yang ada di dalam novel “Bintang Tertusuk Cinta” karya
Reni Hapsari?
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Stilistika
Stilistika sering
dikaitkan dengan bahasa sastra meskipun Chapman menyatakan bahwa kajian ini
dapat ditujukan terhadap berbagai ragam penggunaan bahasa (Nurgiyantoro, 1995:
279). Adapun, Hartoko dan Rahmanto (1986: 138) yang menyatakan stilistika
sebagai cabang ilmu sastra yang memiliki style atau gaya bahasa.
Pendapat Chapman (dalam Nurgiyantoro, 1995: 280) yang menyatakan bahwa analisis
stilistika dimaksudkan untuk menentukan seberapa jauh penyimpangan bahasa yang
digunakan pengarang serta bagaimana pengarang mempergunakan tanda tanda
linguistik untuk memperoleh efek estetis atau puitis. Dengan demikian,
stilistika tidak dapat diterapkan dengan baik tanpa dasar linguistik yang kuat
sebab salah satu perhatian utamanya adalah kontras sistem bahasa sastra dengan
bahasa pada zamannya (Wellek dan Warren, dalam Nurgiyantoro, 1995: 221).
Analisis
stilistika dimaksudkan untuk menentukan seberapa jauh penyimpangan bahasa yang
digunakan pengarang serta bagaimana pengarang mempergunakan tanda-tanda
linguistik untuk memperoleh efek estetis atau puitis. Dengan demikian,
stilistika tidak dapat diterapkan dengan baik tanpa dasar lingusitik yang kuat
sebab salah satu perhatian utamanya adalah kontras sistem bahasa sastra dengan
bahasa pada zamannya (Wellek dan Warren, dalam Nurgiyantoro, 1995: 221)
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa stilistika adalah bagian
ilmu linguistik yang membahas gaya dalam kesastraan, khususnya gaya bahasa yang
mempunyai fungsi estetis.
B. Hakikat Stile
Stile
(style, gaya bahasa) adalah pengucapan bahasa dalam prosa atau bagaimana
seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan (Abrams dalam
Nurgiyantoro, 2010: 276). Stile atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara
mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan
kepribadian penulis (Keraf, 2007: 113). Stile dianggap sebagai ciri khas
pengarang dalam menggunakan bahasa. Gaya merupakan pilihan kata berbagai
ekstensinya, pilihan citra, imajinasi dalam berbagai manifestasinya.
Nurgiyantoro
(1995: 290) membuat simpulan bahwa unsur gaya bahasa terdiri dari unsur
leksikal, gramatikal, retorika, dan kohesi. Unsur retorika meliputi pemajasan,
penyiasatan struktur kalimat, dan pencitraan. Dengan demikian, stile atau gaya bahasa
terdiri dari unsur leksikal, gramatikal, kohesi, dan retorika. Pada unsur
retorika mencakup penyiasatan struktur, pemajasan, dan pencitraan. Tetapi yang
akan ditulis di kajian teori ini hanyalah tentang pemajasan.
1. Pemajasan
Pemajasan
merupakan teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan, yang maknanya tidak
menunjuk pada makna harfiah kata atau kata yang mendukungnya, melainkan pada
makna yang ditambahkan, makna yang tersirat. Jadi, pemajasan merupakan gaya
yang sengaja memanfaatkan penuturan dengan menggunakan bahasa kias
(Nurgiyantoro, 2005: 296). Dalam pemajasan ini, masih ada hubungan makna antara
bentuk harfiah dengan makna kiasnya. Akan tetapi, hubungan tersebut bersifat
tidak langsung yang membutuhkan penafsiran pembaca. Jadi, penggunaan bahasa
dalam kesusastraan merupakan salah satu bentuk penyimpangan makna.
Berdasarkan
langsung tidaknya makna yang terkandung dalam sebuah kata, frasa, atau klausa.
Keraf (1981: 114) membagi gaya bahasa menjadi dua bagian yaitu gaya langsung
atau gaya retoris (rhetorical figures) dan bahsa kiasan (tropes). Untuk
mendapatkan efek estetis yang diharapkan gaya retoris dan bahasa kiasan
tersebut harus tepat dalam penggunaannya, gaya bahasa tersebut harus mampu
mengarahkan interpretasi pembaca yang kaya dengan asosiasi-asosiasi, di samping
juga dapat mendukung terciptanya suasana dan nada tertentu.
Jenis majas dalam bahasa Indonesia ada
bermacam-macam menurut Keraf (2006: 115-145). Namun hanya beberapa jenis majas yang sering dipergunakan
pengarang dalam karya sastra. Diantaranya sebagai berikut:
a.
Simile
adalah majas perbandingan yang langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang
lain kata perbandingan seperti, bagaikan, laksana dan lain-lain (Keraf : 138).
b.
Metafora
adalah majas perbandingan langsung yang tidak mempergunakan kata pembanding
(Keraf, 2006 : 138).
c.
Personifikasi
adalah majas yang menggambarkan atau memperlakukan benda-benda mati seolah-olah
memiliki sifat seperti manusia (Keraf, 2006 : 140).
d.
Metonimia
adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu
hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat, baik hubungan isi untuk
menyatakan kulitnya dan lain-lain (Keraf, 2006 : 142).
e.
Paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan
fakta-fakta yang ada (Keraf, 2006 : 136).
f.
Hiperbola
adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan
membesar-besarkan sesuatu hal (Keraf, 2006 : 135).
g.
Litotes
adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan
merendahkan diri (Keraf, 2006 : 132).
h.
Sinekdok
adalah gaya bahasa yang mempergunakan sebagian dari sesuatu untuk menyatakan
keseluruhan (pars pro totot) keseluruhan untuk sebagian atau biasa diistilahkan
totem proparte (Keraf, 2006 : 143).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Sinopsis novel “Bintang Tertusuk
Cinta”
Bintang
adalah perempuan lembut dan mudah terluka hatinya. Ia memiliki ketiga sahabat
yang sangat centil dan ganjen terhadap cowok, berbeda dengan Bintang. Terkadang
ketiga sahabatnya selalu usil karena di antara mereka Bintang lah yang paling
tidak suka neko-neko.
Suatu
saat Bintang dipaksa ikut ketiga temannya untuk main di sebuah kafe. Akhirnya
dengan sangat terpaksa Bintang mau menuruti kemauan ketiga sahabatnya yang gaul
itu. Di kafe itu pun ia bertemu dengan Bramasetya, sahabat karib kakaknya.
Bintang merasa cangguh bisa bertemu dengan Bram di tempat tersebut. Daniel,
mantan kekasih Bintang sengaja menabrak Bintang serta menumpahkan air minum ke
baju Bintang.
Setelah
pertemuan dengan Daniel di kafe itu, Bintang pun teringat kembali masa lalu
indahnya dulu bersama Daniel. Di mata Bintang, Daniel merupakan sosok laki-laki
yang penyayang. Akan tetapi, sikap Daniel yang tempramental membuat rasa kasih
sayang Daniel tidak seindah yang Bintang bayangkan. Selama kurun waktu itu,
Daniel lagi-lagi berusaha merebut hati Bintang. Daniel dengan sifat egonya, ia
ingin Bintang kembali ke pelukannya, dan hanya Bintang yang pantas menjadi
kekasihnya.
Singkat
cerita. Pada saat itu Bintang meminta ketemuan dengan Daniel. Bintang pun
meminta bantuan kepada Bram agar mau menemaninya untuk ketemuan dengan Daniel
di Kaliurang. Sesampainya di Kaliurang. Bintang segera menuju ke mobil Daniel,
sementara Bram mengawasinya dari belakang. Ternyata Daniel mengetahui bahwa
Bintang datang tidak sendiri. Daniel merasa tidak terima, dan akhirnya ia
kembali berbuat senonoh kepada Bintang, dengan memaksa memeluk Bintang di dalam
mobil itu. Bram pun segera datang setelah tahu kelakuan bejad Daniel kepada
Bintang di dalam mobil. Bram menghajar Daniel sampai habis. Tetapi Daniel nekat
menusuk perut Bram dengan senjata pisaunya yang ternyata telah disiapkan.
Bintang
menuai kepanikan yang hebat karena darah bercucuran di perut Bram. Ia segera
melempar sebuah batu mengenai tepat di alat vital Daniel. Daniel pun tersungkur
tidak berdaya karena kesakitan menerima lemparan batu yang sangat dahsyat itu.
Bintang segera menelepon Abhin, kakaknya untuk dimintai bantuan. Singkat
cerita, Abhin pun datang dengan membawa ambulan dan segera membawa Bram ke
rumah sakit.
Setelah
beberapa minggu kemudian, Bram pun telah sembuh dari luka parahnya. Untuk
merayakan kesembuhan Bram, Bintang mengajaknya jalan-jalan keluar. Namun naas
sekali mereka, justru di tengah jalan mobil Bram yang ditumpangi Bintang
mengalami kecelakaan. Pada akhirnya Bintang dan Bram pun menemui mautnya.
B. Pemajasan dalam novel “Bintang
Tertusuk Cinta”.
Tabel Jumlah Pemajasan Dalam Novel
“Bintang Tertusuk Cinta”
Karya Reni Hapsari
No
|
Bentuk
Pemajasan
|
Jumlah
|
1.
|
Personifikasi
|
19
|
2.
|
Simile
|
13
|
3.
|
Metonomia
|
8
|
4.
|
Hiperbola
|
8
|
5.
|
paradoks
|
6
|
6.
|
Metafora
|
6
|
7.
|
Sinekdok
|
5
|
8.
|
Litotes
|
2
|
|
Jumlah
|
67
|
C. Analisis Pemajasan dalam Novel
“Bintang Tertusuk Cinta”
1. Personifikasi
Personifikasi adalah majas yang menggambarkan atau memperlakukan benda-benda
mati seolah-olah memiliki sifat seperti manusia (Keraf, 2006 : 140).
Majas
personifikasi di dalam novel “Bintang Tertusuk Cinta” dapat dilihat dalam
cuplikan-cuplikan berikut ini:
a. Suaranya keras dan melengking, terdengar sampai di
luar kamar; mengusik ketenangan dingin malam. Hlm 15
Pada kutipan di atas, personifikasi terdapat pada
kata mengusik ketenangan dingin malam.
Frase mengusik ketenangan adalah
frase verba aktif yang secara pasif yaitu ketenangannya sedang diusik atau
ketenangannya terganggu. Biasanya, hal tersebut terjadi pada manusia. Misalnya
pada frase “mengusik ketenangan manusia” akan terasa lebih tepat dibandingkan
dengan “mengusik ketenangan dingin malam”. Sehingga seolah-olah dingin malam pada kutipan di atas
diposisikan sebagai manusia yang mempunyai ketenangan, dan ketenangannya sedang
diusik oleh seseorang. Jadi makna yang tersirat dari personifikasi mengusik
ketenangan dingin malam yaitu bahwa banyak keberisikan dan keriuhan pada malam
hari, sehingga malam yang dingin dan tenang itu merasa terganggu oleh
keberisikan tersebut.
b.
Memang
apa bedanya dengan kafe lain? paling
isinya juga sama. musik yang berisik, dan asap rokok yang berjalan ke sana
kemari. Hlm 23
Pada kutipan
di atas, personifikasi terletak pada kata “asap rokok yang berjalan ke sana
kemari”. Kata berjalan kesana kemari
biasanya hanya bisa dilakukan oleh manusia pada umumnya. Artinya berjalan
memakai anggota tubuh kaki ke sana kemari. Tetapi, asap rokok tidak dapat
berjalan ke sana kemari seperti manusia. Sehingga asap rokok di sini
diposisikan pengarang seperti manusia. Jadi, makna yang tersirat dalam majas
personifikasi “asap rokok berjalan ke sana kemari” maksudnya adalah di sebuah
kafe banyak asap rokok yang melayang di mana-mana .
c.
Maklum,
mereka orang-orang yang selalu dimanjakan oleh kondisi keluarga yang serba ada. Hlm 24
Pada kutipan di atas, majas personifikasi dapat
dilihat dari frase “dimanjakan oleh kondisi keluarga”. Kata dimanjakan adalah kata kerja pasif yang
artinya ingin selalu diberi perhatian atau kasih sayang. Biasanya hal
dimanjakan tersebut hanya dilakukan oleh
manusia. Misalnya kata dimanjakan oleh
manusia. Akan tetapi pada kata dimanjakan
oleh kondisi keluarga seolah-olah kondisi keluarga diposisikan sebagai
manusia, artinya kondisi keluarga itu bisa memanjakan manusia. Akan tetapi
makna yang tersirat dalam personifikasi tersebut yaitu bahwa hanya orang-orang
kaya yang bisa memiliki apa saja yang mereka mau karena mereka memiliki keadaan
yang mencukupi.
d.
Suasana
temaram di kafe itu, dan suara musik menginjak-injak telinga setiap
pengunjungnya. Hlm 26
Pada kutipan di atas, majas personifikasi dapat
dilihat dari frase “suara musik menginjak-injak telinga”. Kata menginjak-injak berarti menekan-nekan
bumi dengan anggota tubuh kaki, dan biasanya dilakukan oleh manusia. Akan
tetapi suara musik tidak dapat
menginjak-injak seperti manusia. Oleh karena itu kata suara musik diposisikan sebagai mana manusia. Makna yang tersirat
dalam personifikasi tersebut yaitu bahwa
suara musik di dalam kafe tersebut menghentakkan telingan setiap orang yang
mengunjunginya, atau terdengar dengan keras oleh setiap orang yang mengunjungi
kafe tersebut.
e.
Situasi
malam itu menggoda Bintang untuk pergi keluar.
Hlm 29
Pada kutipan di atas, majas personifikasi dapat
dilihat dari kata “situasi malam itu menggoda Bintang”. Kata menggoda adalah kata kerja aktif yang
artinya memberikan rayuan, yang biasanya hanya bisa dilakukan oleh manusia.
Akan tetapi pada kata situasi malam itu
menggoda Bintang berarti situasi malam sedang merayu Bintang. Padahal
merayu hanya dapat dilakukan oleh manusia. Sehingga, kata situasi malam diposisikan sebagai manusia. Makna yang tersirat
dalam personifikasi tersebut yaitu bahwa situasi malam itu membuat Bintang
ingin keluar dan menikmati malam hari, sehingga situasi malam itu seolah-olah
merayu Bintang untuk keluar pada malam hari.
f.
“Thanks
ya Bram.” Suara Bintang mengusik lamunan Bramasetya. Hlm 37
Pada kutipan di atas, personifikasi terdapat pada
kata suara Bintang mengusik lamunan
Bramasetya. Kata mengusik adalah
kata verba aktif yang artinya mengganggu. Biasanya, hal tersebut terjadi pada
manusia. Biasanya yang mengusik dan diusik itu adalah manusia. Sehingga pada
frase suara Bintang mengusik lamuanan
Bramasetya seolah-olah suara Bintang dan lamunan Bramasetya pada kutipan di atas diposisikan sebagai
manusia, suara Bintang sebagai subjek
yang mengusik, dan lamunan Bramasetya
sebagai objek yang diusik oleh suara
Bintang. Jadi makna yang tersirat dari personifikasi tersebut yaitu bahwa
suara Bintang yang secara tiba-tiba membuyarkan dan mengagetkan Bramasetya yang
sedang melamun.
g.
Bintang
Bingung apa yang harus ia lakukan. Pikirannya berjalan tak tentu arah. Hlm 38
Pada kutipan di atas, personifikasi terdapat pada
kata pikirannya berjalan tak tentu arah. Kata
berjalan tak tentu arah adalah kata
verba pasif, yang artinya pergi tetapi tidak tahu tujuannya sehingga tidak
tentu arah berjalannya. Kata kerja berjalan
biasanya dilakukan oleh manusia. Tetapi pada kata “pikirannya berjalan tak
tentu arah” seolah-olah kata pikirannya
diposisikan sebagai manusia. Sedangkan pikiran tidak bisa berjalan sebagai mana
manusia. Jadi makna yang tersirat dalam personifikasi tersebut yaitu bahwa
pikiran Bintang sedang kacau balau atau sedang bingung.
h.
Dan
pada malam itu, Bintang merasa jengah. Kesepian kembali mengusik batinnya.
hlm 39
Pada kutipan di atas, personifikasi terdapat pada
kata kesepian kembali mengusik batinnya.
Kata mengusik adalah kata verba aktif
yang artinya mengganggu. Biasanya, hal tersebut terjadi pada manusia. Biasanya
yang mengusik dan diusik itu adalah manusia. Sehingga pada kata kesepian kembali mengusik batinnya
seolah-olah kesepian dan batinnya pada kutipan di atas
diposisikan sebagai manusia, kesepian
sebagai subjek yang mengusik, dan batinnya
sebagai objek yang diusik oleh kesepian.
Jadi makna yang tersirat dari personifikasi tersebut yaitu bahwa pada malam
hari itu Bintang kembali kesepian karena tidak ada seorang kekasih yang
menemaninya.
i.
Langit-langit
kamar, dan jendela-jendela itu menyaksikan keresahan dalam diri Bintang.
Hlm 40
Pada kutipan di atas, personifikasi terdapat pada
kalimat Langit-langit kamar, dan
jendela-jendela itu menyaksikan keresahan dalam diri Bintang. Kata
menyaksikan merupakan kata kerja aktif yang artinya melihat. Melihat biasanya
adalah aktivitas manusia, karena manusia mempunyai mata sebagai alat untuk
melihat. Namun pada kalimat itu yang menyaksikan adalah langit-langit kamar dan
jendela-jendela yang tidan mempunyai mata. Sehingga langit-langit kamar dan
jendela itu diposisikan sebagai manusia yang bisa melihat. Makna yang tersirat
dari personifikasi tersebut yaitu bahwa Bintang sedang mengalami keresahan di
dalam kamarnya, sehingga langit-langit kamar dan jendela itu menjadi saksi
keresahan Bintang.
j.
Fara
menggoyangkan telapak tangannya di depan wajah Bintang yang masih membisu.
Hlm 44
Pada kutipan di atas, personifikasi terdapat pada
kalimat wajah Bintang yang masih membisu.
Kata membisu identik dengan kata diam. Diam atau membisu biasanya dilakukan
oleh manusia. Tetapi kata wajah Bintang
di sini diposisikan sebagai manusia yang bisa membisu. Makna yang tersirat
dalam personifikasi tersebut bahwa Bintang sedang dalam keadaan melamun.
k.
Bintang
merasa sangat hancur dan saat itu dirinya terasa lenyap ditelan bumi.
Hlm 45
Pada kutipan di atas, personifikasi terdapat pada
kalimat dirinya telah lenyap ditelan
bumi. Kata ditelan adalah kata
kerja pasif yang secara aktif yaitu menelan, yang artinya memasukan sesuatu ke
dalam mulut. Kata ditelan biasanya
dilakukan oleh manusia. Misal pada kalimat “makanan itu ditelan Adik”. Tetapi
jika pada kata ditelan bumi, maka bumi di sini diposisikan sebagai manusia
yang bisa menelan. Makna yang tersirat dalam personifikasi tersebut yaitu bahwa
Bintang merasa dirinya telah hancur dan merasa bahwa dirinya tidak lagi pantas
berada di bumi.
l.
Waktu
kuliah selesai, Bintang bergegas keluar dari ruangan kelas menuju kantin, untuk
mengisi perutnya yang sedari tadi protes terus menerus.
Hlm 65
Pada kutipan di atas, personifikasi terdapat pada
kalimat perutnya yang sedari tadi protes.
Kata protes artinya menyangkal atau berontak. Sifat protes biasanya terjadi
pada manusia. Akan tetapi pada kutipan di atas yang protes adalah perut. Jadi
perut di sini diposisikan sebagai mana manusia. Makna yang tersirat dalam
personifikasi tersebut yaitu bahwasanya perut Bintang sedang kelaparan setelah
berjam-jam menghadiri perkuliahan.
m.
Kabut
mulai turun menutup vila-vila yang berdiri kokoh, yang bisa terlihat hanya
daun-daun yang bergoyang dari pohon cemara itu.
Hlm 82
Pada kutipan di atas, personifikasi terdapat pada
kalimat daun yang bergoyang-goyang.
Kata bergoyang-goyang adalah kata kerja yang artinya menggerakkan anggota
tubuh. Sementara daun tidak mempunyai anggota tubuh seperti manusia. Jadi daun
di sini diposisikan sebagai manusia yang sedang bergoyang-goyang. Makna yang
tersirat yaitu daunnya bergerak-gerak karena tertiup oleh angin.
n.
Rasa
takut Bintang akan sosok hati berbentuk cinta menari-nari lagi di kepalanya.
Hlm 87
Pada kutipan di atas, personifikasi terdapat pada
kalimat sosok hati berbentuk cinta
menari-nari lagi di kepalanya. Kata menari-nari adalah kata kerja aktif
yaitu menggerak-gerakkan anggota tubuh. Sementara sosok hati berbentuk cinta di sini tidak mempunyai tubuh yang dapat
digerak-gerakkan seperti manusia. Jadi sosok
hati berbentuk cinta ini diposisikan sebagaimana manusia. Sedangkan makna
yang tersiratnya adalah Bintang takut dan trauma dengan cinta, namun ternyata
cinta itu hadir kembali dalam hidupnya.
o.
Bintang
tidak mau menunggu lama, cukup waktu saja yang berbicara. Hlm 88
Pada kutipan di atas, personifikasi terdapat pada kalimat
waktu saja yang berbicara. Kata
berbicara adalah kata kerja yang artinya mengeluarkan suara atau tindakan
lisan. Sementara waktu tidak mempunyai lisan untuk bisa berbicara seperti
manusia. Jadi waktu di sini diposisikan sebagai mana manusia. Makna yang
tersirat yaitu Bintang menunggu waktu yang akan menentukan semua penantiannya
apakah akan datang ataukah tidak.
p.
Satu
kata yang terus berseliweran menendang-nendang batin Bintang. Hlm
105
Pada kutipan di atas, personifikasi terdapat pada
kalimat satu kata yang terus berseliweran
menendang-nenang batin Bintang. Kata menendang-nendang artinya menerjang
dengan kaki yang biasa dilakukan oleh manusia. Tetapi yang menendang-nendang di
sini adalah satu kata. Jadi satu kata di sini diposisikan sebagai
manusia yang bisa menendang-nendang. Makna yang tersirat di dalamnya yaitu
bahwa kata tersebut membuat batin Bintang menjadi takut dan gelisah.
q.
Bau
harum masakan di dapur mengajak Bintang untuk ingin cepat makan siang sebelum pergi. Hlm 125
Pada kutipan di atas, personifikasi terdapat pada kalimat
bau harum masakan di dapur mengajak
Bintang. Kata mengajak merupakan
kata verba aktif, kata dasarnya yaitu ajak. Mengajak berarti menyeru atau
meminta supaya turut/menuruti. Mengajak merupakan aktivitas manusia. Akan
tetapi pada kutipan di atas justru yang mengajak adalah bau harum masakan.
Jadi, kata bau harum masakan di sini
diposisikan sebagai manusia yang bisa mengajak kepada seseorang. Makna yang
tersirat dari personifikasi tersebut yaitu bahwa Bintang tergoda dengan bau
harum masakan di dapur yang membuat perutnya semakin lapar dan ingin segera
makan siang.
r.
Bintang
merasa tidak tenang, perasaan khawatir bersembunyi di balik otaknya.
Hlm 133
Pada kutipan di atas, personifikasi terdapat pada
kalimat perasaan khawatir bersembunyi di
balik otaknya. Kata bersembunyi merupakan kata kerja yang biasa dilakukan
oleh manusia. Bersembunyi memiliki arti tidak terang-terangan atau menghindar
dari sesuatu yang tidak ingin diketahui oleh orang lain. Tetapi yang
bersembunyi di sini adalah perasaan khawatir, seolah-olah perasaan khawatir di sini diposisikan sebagai manusia yang dapat
bersembunyi. Makna yang tersirat dari personifikasi tersebut yakni bahwa
Bintang sedang mengalami kekhawatiran dan merasa tidak tenang yang disebabkan
oleh sesuatu.
s.
Cinta
yang selama ini menghidupinya justru menusuk ketulusan dan kesetiaannya.
Hlm 159
Cinta yang
selama ini menghidupinya justru menusuk ketulusan dan kesetiaannya
merupakan bentuk personifikasi. Dilihat dari kata menusuk yang merupakan kata
kerja aktif, artinya memasukkan sesuatu benda yang runcing ke benda lain atau
sesuatu yang lain. Jadi menusuk hanya dapat dilakukan oleh manusia, atau
sebagian dari aktivitas manusia. Tetapi yang menusuk di sini adalah cinta. Jadi
cinta diposisikan sebagai mana manusia yang bisa menusuk. Makna yang tersirat
dari personifikasi tersebut yaitu bahwa cinta tidak selamanya membawa
kebahagiaan dan kadang selalu menyakitkan hati yang tulus mencintai seseorang.
2. Simile
Simile adalah majas perbandingan yang langsung menyatakan sesuatu sama
dengan hal yang lain kata perbandingan seperti, bagaikan, laksana dan lain-lain
(Keraf, 2006: 138).
Majas Simile di dalam novel “Bintang
Tertusuk Cinta” dapat dilihat dalam cuplikan-cuplikan berikut ini:
a.
Ingatan
Bintang kembali melayang seperti terbawa angin topan. Hlm 17
Ingatan Bintang
kembali melayang seperti terbawa angin topan merupakan
bentuk majas simile. Hal tersebut dapat dilihat dari kata seperti yang membandingkan ingatan
Bintang dengan angin topan. Jadi
ingatan Bintang yang mulai kembali melayang ini diibaratkan seperti terbawa
angin topan. Seolah-olah angin topan tersebut membawa melayang ingatan Bintang.
Makna yang tersirat dari majas simile tersebut yaitu ingatan Bintang kembali
melayang diartikan bahwa Bintang teringat kembali dengan masa lalunya, dan
ingatan Bintang seperti melayang-layang karena terbawa angin topan.
b.
Dia
lebih senang mendengar kebodohan-kebodohan yang diceritakan sahabatnya itu
tentang para laki-laki yang dipujanya. Meskipun kadang Bintang juga jenuh
mendengarnya. Tapi ia menganggapnya sebagai lelucon belaka. Hlm 19
Tapi ia
menganggapnya sebagai lelucon belaka
merupakan
majas simile. Hal tersebut ditandai dari kata sebagai yaitu kata perbandingan. Makna yang tersirat dari kutipan
di atas bahwasanya Bintang hanya menganggap lelucon dari ungkapan-ungkapan
sahabatnya yang sering kali bercerita mengenai laki-laki pujaannya. Karena
Bintang sendiri telah jenuh dengan yang namanya laki-laki.
c.
Seharusnya
mereka bisa mengerti bahwa Bintang tidak suka pergi ke tempat seperti gituan
itu.
Hlm 20
Seharusnya
mereka bisa mengerti bahwa Bintang tidak suka pergi ke tempat seperti gituan
itu merupakan majas simile. Hal tersebut ditandai
oleh kata seperti yang merupakan kata
perbandingan. Kata yang menjadi perbandingan yaitu kata gituan itu dalam kalimat di atas. Maksud dari kata gituan tersebut
menjurus kepada hal-hal yang berbau negatif. Misalnya tempat begituan menjurus
pada tempatnya orang-orang nakal, tempatnya orang-orang bersenang-senang dan
hanya mencintai dunia dengan sesaat, dan sebagainya. Jadi makna yang tersirat
dari kutipan di atas bahwa Bintang sebenarnya tidak suka pergi ke tempat yang
membuatnya tidak nyaman, karena banyak hal-hal negatif di dalamnya.
d.
Malam
minggu bagaikan malam yang sakral bagi sahabat-sahabatnya itu. Hlm 23
Malam minggu
bagaikan malam yang sakral merupakan majas simile. Hal
tersebut ditandai oleh kata bagaikan
yang merupakan kata perbandingan. Kata yang dibandingkan di sini yaitu malam minggu dengan malam yang sakral. Sakral itu sendiri mempunyai arti keramat dan
dapat menimbulkan sesuatu yang luar biasa. Jadi menurut Bintang, mengapa malam
minggu diibaratkan malam yang sakral oleh teman-temannya, karena malam minggu
adalah malamnya anak remaja, dan semua orang yang dimabuk cinta atau anak-anak
muda selalu menanti-nanti hadirnya malam minggu. Itulah kenapa malam minggu
disebut sebagai malam yang sakral.
e.
Kenangannya
bersama Daniel adalah kenangan
yang buruk bagaikan apel busuk. Hlm 40
Kenangan yang
buruk bagaikan apel busuk merupakan majas simile. Hal
tersebut ditandai dengan kata bagaikan
yang merupakan kata perbandingan. Yang dibandingkan di sini adalah kenangan buruk dengan apel busuk. Makna yang tersirat dari
kutipan di atas yaitu bahwa Bintang merasa bahwa kenangannya bersama Daniel
adalah kenangannya yang paling terburuk seperti apel busuk. Di mana apel busuk
ini merupakan buah apel yang sudah tidak dapat dimakan lagi karena rasanya pun
tidak akan enak seperti sedia kala. Begitu pula dengan kenangan Bintang bersama
Daniel sudah menjadi buruk dan tidak akan indah lagi jika dikenang.
f.
Tapi
bagaimanapun, Luna, Niken dan Fara adalah ketiga sahabatnya yang bagaikan
kepompong. Hlm 43
Tapi
bagaimanapun, Luna, Niken dan Fara adalah ketiga sahabatnya yang bagaikan
kepompong merupakan majas simile, hal tersebut ditandai
dengan kata bagaikan yang merupakan kata perbandingan. Yang dibandingkan di
sini yaitu sahabat dengan kepompong. Makna yang tersirat dari
kutipan di atas yaitu bahwasanya Luna, Niken dan Fara adalah sahabat Bintang
yang seperti kepompong meskipun mereka bertiga menyebalkan. Mengapa Bintang
mengibaratkan sahabat seperti kepompong, karena kepompong itu bisa merubah ulat
menjadi kupu-kupu, dan sahabat bisa merubah kesedihan menjadi kebahagiaan. Artinya
di sini, Bintang dengan sahabat-sahabatnya selalu melengkapi satu sama lain,
dan susah senang mereka selalu lewatkan bersama.
g.
Dia
sadar betul bahwa cinta yang dijalaninya bak pisau bermata dua. Hlm
46
Dia sadar betul
bahwa cinta yang dijalaninya bak pisau bermata dua
merupakan majas simile. Hal tersebut ditandai dengan kata bak yang merupakan kata perbandingan sejajar dengan seperti,
bagaikan dan laksana. Yang dibandingkan di sini adalah cinta yang dijalaninya dengan pisau
bermata dua. Makna yang tersirat yaitu bahwa Bintang baru menyadari bahwa
cinta yang dia jalani bersama Daniel hanya akan membawa kepada kehancuran.
Karena yang menjadi perbandingan adalah pisau, yaitu benda tajam yang
membahayakan. Jadi, cinta yang dijalani Bintang terasa berbahaya dan membawanya
kepada kehancuran.
h.
Bagi
Bintang, Bramasetya sebenarnya tidak salah, hanya pikiran Bintang saja yang
sedang kacau bagaikan pecahan kaca. Hlm 50
Bagi Bintang, Bramasetya sebenarnya tidak
salah, hanya pikiran Bintang saja yang sedang kacau bagaikan pecahan kaca merupakan
majas simile. Hal tersebut ditandai dengan kata bagaikan yang merupakan kata perbandingan. Yang dibandingkan di
sini adalah pikiran Bintang yang kacau dengan pecahan kaca. Kata pecahan kata memiliki makna berantakan dan tidak
dapat diperbaiki lagi. Sama halnya dengan pikiran Bintang yang sedang kacau dan
berantakan. Jadi Bintang mengibaratkan pikirannya yang kacau seperti pecahan
kaca.
i.
Kegagalan
adalah salah satu takdir yang tak bisa dielakkan lagi, seperti halnya burung
yang apabila sayapnya patah tak akan pernah mampu terbang tinggi, Bintang
berusaha mengendalikan perasaannya yang sedang menerima takdir kegagalan itu.
hlm 51
Kegagalan adalah
salah satu takdir yang tak bisa dielakkan lagi, seperti halnya burung yang
apabila sayapnya patah tak akan pernah mampu terbang tinggi merupakan majas
simile. Hal tersebut ditandai dengan kata seperti
yang merupakan kata perbandingan. Yang dibandingkan di sini adalah kegagalan dengan burung yang sayapnya patah. Jadi kegagalan diibaratkan seperti
burung yang apabila sayapnya patah makan tidak akan dapat terbang tinggi lagi.
Begitu pula kegagalan yang dialami Bintang karena telah gagal menjaga
kegadisannya. Sehingga ia merasa kegagalan ini tak akan dapat meembuatnya
menemukan kebahagiaan.
j.
Tapi
pikirannya terus saja berjalan tak tentu arah,
ibarat layang-layang yang putus talinya.
Hlm 53
Pikirannya terus
saja berjalan tak tentu arah, ibarat layang-layang yang putus talinya
merupakan majas simile. Hal tersebut ditandai dengan kata ibarat yang merupakan
kata perbandingan. Yang dibandingkan di sini adalah pikiran dengan layang-layang
yang putus talinya. Apabila layang-layang sudah putus talinya, maka
perjalanannya tidak tentu arah lagi. Begitu pula dengan pikiran Bintang yang
sudah kacau dan berantakan sehingga tidak tahu tujuan pikirannya seperti apa.
Sehingga pikiran Bintang di sini diibaratkan dengan layang-layang yang putus
talinya, sehingga akan tersasar dan tidak tentu arah.
k.
Bintang
jadi grogi, tiba-tiba pipinya terasa panas, warnanya memerah seperti buah
cerry. Hlm 98
Pipinya terasa
panas, warnanya memerah seperti buah cerry merupakan majas
similie. Hal tersebut ditandai dengan kata seperti
yang merupakan kata konjungsi perbandingan. Yang dibandingkan di sini yaitu pipi dengan buah cerry. Di mana pada saat itu Bintang sedang gugup karena baru
pertama berbicara dengan Bramasetya memakai hati. Kegugupan Bintang membuat
pipinya panas dan memerah, sehingga warna merah itu mirip seperti buah cerry
yang memang berwarna merah merekah.
l.
Bintang
mengangguk-angguk seperti boneka unyil yang lehernya punya per. Hlm
104
Bintang
mengangguk-angguk seperti boneka unyil yang lehernya punya per merupakan majas
simile karena ditandai dengan kata seperti
yang merupakan kata konjungsi perbandingan. Yang dibandingkan di sini adalah kepala Bintang yang mengangguk dengan boneka unyil. Jadi anggukan Bintang yang
penuh dengan semangat itu kepalanya diibaratkan seperti leher boneka unyil yang
memantul-mantul seperti per.
m.
Tiba-tiba
detak jantung Bintang tidak teratur, seperti orang habis berlari seharian.
Hlm 109.
Detak jantung
Bintang tidak teratur, seperti orang habis berlari seharian
merupakan majas simile karena ditandai dengan kata seperti. Yang dibandingkan
di sini adalah detak jantung dengan orang yang habis berlari seharian. Apabila
orang sudah berlari-larian maka detak jantungnya tidak teratur, maka detak
jantung orang yang habis berlarian diibaratkan seperti detak jantung Bintang
yang tidak beraturan saat menghadapi situasi yang menakutkan.
3. Metonimia
Metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk
menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat, baik
hubungan isi untuk menyatakan kulitnya dan lain-lain (Keraf, 2006 : 142).
Majas Metonimia di dalam novel
“Bintang Tertusuk Cinta” dapat dilihat dalam cuplikan-cuplikan berikut ini:
a.
“kok
nggak gabung sama mereka? Apa ngga punya cerita seru tentang Arjunamu?” kata
Bintang pada Luna. Hlm 19.
Majas metonimia terletak pada kata “arjunamu”, kata arjuna di sini merujuk pada sosok
laki-laki yang dikagumi oleh sahabat Bintang yaitu Luna. Jadi, arjuna adalah
kata lain untuk laki-laki yang disegani oleh wanita.
b.
Kamar
Bintang memang selalu tertata dengan rapi, itu sebabnya Trio Kwek-kwek itu oke
sekali jika harus menginap di rumahnya. Hlm 22
Majas metonimia terletak pada kata “Trio Kwek-kwek”
yang merujuk pada sahabat Bintang. Karena ketiga sahabat Bintang ini sering
usil dan sangat ramai, jadi disebutnya trio kwek-kwek.
c.
Bintang
merebahkan diri di tempat tidurnya sambil memeluk Piggy kesayangannya.
Hlm 22
Majas metonimia terletak pada kata “Piggy”. Kata
“Piggy” di sini merupakan nama sebuah boneka kesayangan Bintang.
d.
Niken
antusias sekali menunjuk Sport hitam milik Krishna yang diparkir tidak jauh
dari mobil Bintang. Hlm 25
Majas metonimia terletak pada kata “sprot hitam” yang merupakan mobil sport berwarna hitam yang sedang tren
masa kini, atau nama merek sebuah mobil mewah dan berkelas.
e.
Mendengar
suara dering smart phone-nya Abhin
langsung melesat ke kamarnya. hlm 78
Majas metonimia terletak pada kata “smart phone” yang merupakan nama merek
telepon genggam yang berbentuk tablet dan layar sentuh.
f.
Begitu
cantik Bintang malam itu, tubuhnya dibalut sutra yang menjadikannya mewah dan
elegan. Hlm 84
Majas metonimia terletak pada kata “sutra” yang
merupakan nama sebuah kain yang biasa dipakai oleh para putri raja, atau nama
kain yang berkualitas tinggi.
g.
Bintang
dan Bramasetya segera pergi ke Kaliurang memakai sedan antik milik Bramasetya. Hlm
200
Majas metonimia terletak pada kata “sedan” yang
merupakan nama merek mobil.
h.
Bramasetya,
Bintang, dan satu pengendara kijang. Hlm 201
Majas metonimia terletak pada kata “kijang” yang
merupakan nama merek mobil.
4.
Hiperbola
Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang
berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu hal (Keraf, 2006 : 135).
Majas Hiperbola di dalam novel
“Bintang Tertusuk Cinta” dapat dilihat dalam cuplikan-cuplikan berikut ini:
a. Asap cinta itu melesat keluar
dengan cepat dari ujung kepalanya dan mengeluarkan aroma busuk selama dua tahun
berada di sisi Daniel. Hlm 53
Kutipan di atas merupakan majas hiperbola karena terdapat kata yang dirasa
berlebihan. Seperti pada kata asap cinta
keluar dari ujung kepalanya, yang secara logika tidak mungkin ada asap yang
keluar dari kepala. Kemudian pada kata mengeluarkan aroma busuk selama berada di sini Daniel. Yang dimaksud aroma busuk
di sini mungkin adalah kenangan yang paling buruk yang dialami Bintang. Jadi
kutipan di atas dilebih-lebihkan untuk menuai kesan esetetis. Makna yang
tersirat dari kutipan di atas yaitu bahwa Bintang merasa telah benci dan muak
dengan sikap Daniel terhadapnya.
b.
Bintang
mulai tersipu-sipu, darahnya serasa menggelegak ke pipi, dan dia merasa bodoh
sekali. Hlm 72
Kutipan di atas merupakan majas hiperbola karena
terdapat kata yang dilebih-lebihkan. Seperti pada kata darahnya serasa menggelegak ke pipi. Menggelegak artinya
bergejolak, meluap atau berkobar-kobar. Secara logika, darah tidak mungkin
sampai meluap ke pipi. Jadi kutipan di atas terasa dilebih-lebihkan agar menuai
kesan estetis. Makna yang tersirat dari kutipan di atas bahwasanya Bintang
merasa malu saat berhadapan dengan Bramasetya.
c.
Dia
bukan laki-laki penuh pujian dengan segudang kata-kata cinta untuk memuji apa
yang disayanginya. Hlm 79
Kutipan di atas merupakan majas hiperbola karena
terdapat kata yang dilebih-lebihkan. Seperti pada kata segudang kata-kata cinta. Kata segudang memiliki makna banyak,
berarti yang banyak di sini adalah kata-kata cinta. Sehingga dilebih-lebihkan
menjadi segudang. Makna yang tersirat dari kutipan di atas yaitu bahwasanya
Bintang memuji sosok Daniel yang berbeda dengan laki-laki lain yang biasanya
penuh dengan kata cinta palsu dan bualan semata.
d.
Tapi
tiba-tiba darahnya bergejolak melihat Bintang tampak mesra bersama Bramasetya. Hlm
29
Kutipan di atas merupakan majas hiperbola karena
terdapat kata yang dilebih-lebihkan. Seperti pada kata darahnya bergejolak. Bergejolak itu bermakna meluap atau berkobar-kobar.
Jadi, yang meluap dan berkobar-kobar di sini adalah darah. Sehingga kata-kata
tersebut dirasa melebih-lebihkan. Makna yang tersirat dari kutipan di atas
yaitu bahwa Daniel setelah melihat
Bintang bermesraan dengan Bram, ia merasa kecewa dan hatinya penuh dengan
aramah.
e.
Bintang
terkejut atas tamparan yang dilampiaskan Daniel. Seketika itu juga darahnya
memuncak sampai ke ubun-ubun. Hlm 130
Kutipan di atas merupakan majas hiperbola karena
terdapat kata yang dilebih-lebihkan. Seperti pada kata darahnya memuncak sampai ke ubun-ubun. Kata-kata tersebut terkesan
melebih-lebihkan. Kata-kata tersebut untuk menggambarkan amarah seseorang. Jadi
makna yang tersirat dari kutipan di atas bahwasanya Bintang sangat marah karena
ditampar oleh Daniel untuk yang kesekian kalinya.
f.
Kepercayaan
Daniel, cintanya, dan dukungannya, telah melambungkan diri Bintang dari bumi
lalu dengan lembut membawanya mengarungi awan di atas langit yang ke tujuh.
Hlm 159-160
Kutipan di atas merupakan majas hiperbola karena
terdapat kata yang dilebih-lebihkan. Seperti pada kata-kata melambungkan diri Bintang dari bumi lalu
dengan lembut membawanya mengarungi awan di atas langit yang ketujuh.
Kata-kata tersebut terkesan melebih-lebihkan, karena secara logika Bintang
tidak mungkin terbang tinggi dari bumi sampai mengarungi langit ketujuh.
Sehingga kata-kata tersebut menuai kesan esetetis. Makna yang tersirat dari
kutipan di atas yaitu bahwasanya Bintang sangat merasa bahagia saat pertama
kali mengenal Daniel, dan sebelum Daniel berubah menjadi laki-laki yang
tempramen.
g.
Bintang
kebingungan dan resah, melihat darah Bram menyembur dari perutnya dan
bercucuran menganak sungai. Hlm 180
Kutipan di atas merupakan majas hiperbola karena
terdapat kata yang dilebih-lebihkan. Seperti pada kata darah Bram menyembur dari perutnya dan bercucuran menganak sungai.
Kata-kata tersebut terkesan melebih-lebihkan, karena secara logika tidak
mungkin darah yang keluar banyaknya sampai diibaratkan seperti sungai. Sehingga
kata-kata tersebut menuai kesan esetetisnya. Makna yang tersirat dari kutipan
di atas yaitu bahwa pada saat itu Bintang merasa panik karena Bram yang
diserang oleh Daniel dengan senjata pisaunya sehingga menusuk pada perut Bram.
h.
Bintang
juga mengalami hal serupa. Bahkan di kepalanya darah mengucur dengan deras. Hlm
202
Kutipan di atas merupakan majas hiperbola karena
terdapat kata yang dilebih-lebihkan. Seperti pada kata darah mengucur dengan derasnya. Kata-kata tersebut terkesan
melebih-lebihkan, karena pada secara logika tidak mungkin darah sampai mengucur
dengan deras, atau dengan kencang. Sehingga kata-kata tersebut menimbulkan
kesan esetetis. Makna yang tersirat dari kutipan di atas yaitu bahwasanya
Bintang mengalami kecelakaan mobil sampai terluka parah di bagian kepalanya.
5.
Paradoks
Paradoks adalah gaya bahasa yang
mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada (Keraf, 2006 :
136)
Majas Paradoks di dalam novel
“Bintang Tertusuk Cinta” dapat dilihat dalam cuplikan-cuplikan berikut ini:
a. Malam itu kebetulan cerah. Tapi tak
cukup membuat Bintang cerah ceria bersama sahabat-sahabatnya.
Hlm 25
Kutipan di atas merupakan majas paradoks, karena kata-kata di atas ada
pertentangannya. Yaitu pada kata malam
cerah dengan tak cukup membuat
Bintang cerah ceria. Maksud pertentangan di sini adalah, meskipun malamnya
sangat cerah, tetapi bertentangan dengan hati Bintang yang tidak secerah dan
seceria malam ini.
b.
Bintang
tersenyum pahit dalam keadaan yang memilukan ini.
hlm 33
Kutipan di atas merupakan majas paradoks, karena kata-kata di atas ada
pertentangannya. Yaitu pada kata tersenyum
dan kata pahit. Secara makna
tersenyum berarti menggambarkan keceriaan pada diri seseorang, namun kata pahit
di sini menggambarkan kesedihan pada diri seseorang. Jadi tersenyum pahit terdapat
pertentangan bahwasanya meskipun Bintang tersenyum, tetapi di dalam hatinya
justru menyimpan luka yang begitu dalam atau kesedihan yang begitu dalam.
c.
Bintang
menganggukkan kepalanya, tetapi dalam hati ia menolak dan tidak ingin melakukan
ini semua. Hlm 38
Kutipan di atas merupakan majas paradoks, karena kata-kata di atas ada
pertentangannya. Pertentangan tersebut terdapat pada kata menganggukan kepala dengan menolak.
Pada dasarnya, menganggukan kepala menandakan kata ya atau setuju, akan tetapi
di sini menolak. Berarti anggukan kepala Bintang tidak selaras dengan hatinya
yang justru mengatakan tidak ataupun menolak.
d.
Mulanya
melahirkan kebahagiaan, tapi ujungnya ternyata membuat keperihan.
Hlm 46
Kutipan di atas merupakan majas paradoks, karena kata-kata di atas ada
pertentangannya. Pertentangan tersebut terdapat pada kata kebahagiaan dengan keperihan.
Yang dimaksud kebahagiaan dan keperihan pada kutipan di atas adalah cinta. Jadi
cinta mulanya melahirkan kebahagiaan, tapi ujungnya membuat keperihan.
e.
Di
tengah keriuhan mahasiswa yang memesan makanan, Bintang tampak merenung
sendirian. Hlm 66
Kutipan di atas merupakan majas paradoks, karena kata-kata di atas ada
pertentangannya. Pertentangan tersebut terdapat pada kata keriuhan mahasiswa dengan merenung
sendirian. Keriuhan mahasiswa menggambarkan keramaian, keramaian tersebut
terjadi di dalam kantin. Namun sangat bertentangan dengan kondisi Bintang yang
justru ia sedang merenung sendirian di tengah keriuhan mahasiswa tersebut.
f.
Tiba-tiba
Bintang merasa ruangan terasa panas, padahal dari tadi AC menyala. Hlm
106
Kutipan di atas merupakan majas paradoks, karena kata-kata di atas ada
pertentangannya. Pertentangan tersebut terdapat pada kata panas dengan AC menyala.
Pada umumnya AC merupakan alat elektronik untuk mendinginkan ruangan. Tetapi di
sini justru Bintang merasa kepanasan karena ia sedang diterpa kegelisahan.
6.
Metafora
Metafora adalah majas perbandingan langsung yang tidak mempergunakan kata
pembanding (Keraf, 2006 : 138).
Majas Metafora di dalam novel
“Bintang Tertusuk Cinta” dapat dilihat dalam cuplikan-cuplikan berikut ini:
a. Apa kamu mau ikut-ikutan cari
laki-laki hidung belang seperti Krishna?. Hlm 20
Majas metafora yang terdapat dalam kutipan di atas yaitu “hidung belang”.
Makna secara denotatifnya adalah hidung yang belang atau berloreng-loreng.
Namun secara metafora dan makna konotatifnya yaitu laki-laki yang suka
mempermainkan perempuan.
b.
Alamat
sial bagi Bintang harus bertemu dengan rombongan laki-laki sok kaya itu. Hlm
27
Majas metafora yang terdapat dalam kutipan di atas yaitu “alamat sial”.
Makna konotatifnya yaitu orang yang mengalami kesialan atau kenaasan.
c.
Bintang
merasa iri, melihat sepasang merpati sedang memadu cinta di taman sana.
Hlm 49
Majas metafora yang terdapat dalam kutipan di atas yaitu “sepasang
merpati”. Yang dimaksud sepasang merpati
di sini bukanlah merpati sejenis burung. Akan tetapi makna kias yang tersirat
dari kata “sepasang merpati” tersebut yaitu sepasang kekasih atau insan yang
sedang dimabuk cinta.
d.
Ternyata
Daniel tak ubahnya laki-laki berkepala dua. Hlm 70
Majas metafora yang terdapat dalam kutipan di atas yaitu “berkepala dua”.
Secara denotatif bukan berarti kepalanya ada dua. Melainkan makna kias yang
tersirat dari kata tersebut yaitu seseorang yang memiliki perlakuan baik, namun
di balik perlakuan baiknya ternyata ia seseorang yang jahat, atau orang yang
munafik.
e.
Pusat
keramaian kompleks Malioboro memang di Mall ini dan di pedagang kaki lima yang
berjualan di sepanjang jalan Malioboro. Hlm 75.
Majas metafora yang terdapat dalam kutipan di atas yaitu “pedagang kaki
lima”. Secara denotatif bukanlah seorang pedagang yang kakinya ada lima. Tetapi
secara kias maknanya adalah para pedagang yang berada di pinggir jalan.
f.
Siapa
sangka, julukan bunga desa dulu tak semenarik yang Bintang kira. Hlm
187
Majas metafora yang terdapat dalam kutipan di atas yaitu “bunga desa”.
Secara denotatif bukanlah bunga yang ada di sebuah desa. Tetapi secara kias
makna bunga di sini adalah perempuan atau gadis, jadi bunga desa adalah gadis
desa, atau gadis yang paling cantik, anggun, dan polos yang berasal dari sebuah
desa.
7.
Sinekdok
Sinekdok adalah gaya bahasa yang mempergunakan sebagian dari sesuatu untuk
menyatakan keseluruhan (pars pro toto) keseluruhan untuk sebagian atau biasa
diistilahkan totem proparte (Keraf, 2006 : 143).
Majas Sinekdok di dalam novel
“Bintang Tertusuk Cinta” dapat dilihat dalam cuplikan-cuplikan berikut ini:
a. pars
pro toto
1) Kirshna pernah mencoba mendekatinya
dan mencuri hatinya. (hlm 17)
Kata “mencuri hatinya” pada kutipan di atas terlihat
menggambarkan sebagian, yaitu yang dicuri hanyalah hati saja, tetapi padahal
yang dimaksud adalah seluruhnya. Maksud mencuri
hati bukanlah hatinya saja yang dicuri, melainkan perhatiannya,
perasaannya, dan lain sebagainya. Jadi kata “mencuri hatinya” tersebut
menggambarkan sebagian tetapi yang dimaksud seluruhnya.
2) Krishna ini tak akan pernah
masuk dalam hati Bintang. (hlm17)
Kata “masuk dalam hati Bintang” pada kutipan di atas
terlihat hanya menggambarkan sebagian, yaitu yang masuk hanya ke dalam hati
Bintang. Tetapi padahal yang dimaksud adalah seluruhnya, bukan hanya hati
Bintang. Kata “masuk dalam hati Bintang” juga termasuk dalam kriteria Bintang,
tipe cowok Bintang, dan lain sebagainya. Jadi kata tersebut menggambarkan
sebagian tetapi yang dimaksud seluruhnya.
3) Sungguh tragis nasib cewek-cewek
yang pernah jatuh
di pelukan krishna. Hlm 18
Kata “jatuh di pelukan Krishna” pada kutipan di atas
terlihat menggambarkan sebagian, yaitu yang jatuh
hanya dipelukan Krishna. Tetapi padahal yang dimaksud adalah seluruhnya.
Bukan hanya di pelukan Krishna saja yang dimaksud, tetapi juga bisa jatuh dalam
perangkap Krishna, jatuh cinta kepada Krishna, atau perempuan yang terkena tipu
oleh Krishna, dan lain sebagainya. Jadi kata “jatuh di pelukan Krishna”
terlihat menggambarkan sebagian padahal yang dimaksud seluruhnya.
b. Totem
pro parte
1) Mulutnya penuh dengan makanan itu.
Hlm 19
Kutipan di atas terlihat menggambarkan keseluruhan,
padahal yang dimaksud adalah sebagian. Pada kata “mulutnya penuh dengan makanan
itu”, berarti semua makanan terjejal di mulut Bintang, padahal yang dimaksud
hanya sebagian. Yaitu hanya sebagian makanan yang masuk ke dalam mulut Bintang.
Jadi kutipan di atas menunjukkan keseluruhan namun yang dimaksud hanyalah
sebagian.
2) Semua baju Bintang basah
karena tertumpah minuman yang dibawa
Daniel dengan sengaja. Hlm 29
Kutipan di atas terlihat sepintas menggambarkan keseluruhan, yaitu pada
kata “semua baju Bintang basah” karena tertumpah minuman yang dibawa Daniel dengan
sengaja. Berarti yang basah adalah seluruh baju Bintang. Padahal yang basah
hanyalah sebagian dari baju Bintang. Karena hanya tertumpah minuman dari gelas,
tidak mungkin sampai membasahi seluruh baju. Jadi kutipan di atas terlihat
menggambarkan keseluruhan tetapi yang dimaksud sebagian.
8.
Litotes
Litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan
tujuan merendahkan diri (Keraf, 2006 : 132).
Majas Litotes di dalam novel
“Bintang Tertusuk Cinta” dapat dilihat dalam cuplikan-cuplikan berikut ini:
a. “Maaf ya, makanannya memang
terlihat kampungan, tapi semoga kamu suka,” ucap Bintang.
Hlm 49
Majas litotes terlihat pada kata “makanannya memang
terlihat kampungan” padahal yang sebenarnya makanan yang disajikan adalah
makanan kesukaan Bram yang dibuat oleh Bintang. Bram menganggap bahwa
makanannya sangat istimewa, tetapi Bintang berusaha merendah diri dengan
mengatakan makanannya terlihat kampungan.
b. Ini kadonya Tante, isinya memang
tidak seberapa, semoga Tante suka dengan kado Bintang.
Hlm 93
Majas litotes juga terlihat pada kutipan di atas,
yaitu pada kata “isinya memang tidak seberapa”. Di novel itu tertulis Bintang
memberikan kado sebuah kalung berlian kepada Mamanya Fara, sahabat Bintang.
Tetapi Bintang berusaha merendahkan diri dengan mengatakan “isinya (kado) tidak
seberapa”.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
analisis pemajasan yang telah dilakukan pada makalah ini, bentuk majas yang
paling banyak muncul adalah majas personifikasi yang berjumlah 19 buah, sedangkan
yang paling sedikit adalah bentuk majas litotes yang berjumlah 2 buah. Secara
keseluruhan, pengarang menggunakan pemajasan sampai 67 buah yang ditemukan. Di
antaranya tergolong personifikasi 19 buah, simile 13 buah, metonimia 8 buah,
hiperbola 8 buah, paradoks 6 buah, metafora 6 buah, dan litotes 2 buah.
DAFTAR PUSTAKA
Hartoko,
Dick & B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra.Yogyakarta: Kanisius
Jabrohim,
dkk. 2003. Pedoman Penulisan Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Ahmad Dahlan
Keraf,
Gorys. 1981. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Nusa Indah
___________.
2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama
___________. 2007.
Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Nurgiyantoro,
Burhan. 1995. Teori Pengakajian Fiksi. Yogyakarta: UGM Press.
_________________.
2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar